Masih Adanya Trend Kematian, Ahli Epidemiologi Himbau Tetap Waspada
Walau ada penurunan kasus, trend kematian dan kesakitan masih meningkat saat ini sehingga bukan pertanda hal baik
Laporan Wartawan Tribunnews.com Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Pakar Epidemiologi Griffith University, Dicky Budiman mengajak agar perlu persiapan yang kuat untuk menghadapi pandemi Covid-19 saat ini.
Walau ada penurunan kasus, trend kematian dan kesakitan masih meningkat saat ini sehingga bukan pertanda hal baik.
Selain itu menurutnya kematian memberikan dua pesan penting.
Pertama situasi wabah masih serius. Karena kematian masih menjadi indikator keparahan.
Kedua, bahwa ada proses penyebaran atau transmisi kasus di masyarakat banyak yang tidak terdeteksi.
"Wajar karena masih komunitas transmisi, pada dampaknya ke kematian. Bahkan Positivity rate kita masih jauh dari lima persen. Ini harus diperbaiki," ungkap Dicky saat dihubungi oleh Tribunnews, Jumat (11/3/2022).
Gap atau jarak kasus yang ditemukan pemerintah dengan masyarakat harus diperkecil lagi indikator dari positivity rate setidaknya di bawah 1 persen arahnya.
Baca juga: Dorong Pemulihan Ekonomi, Binda Jateng Akselerasi Vaksinasi Covid-19 di 5 Kabupaten
"Kematian ada banyak faktor. Bahwa dia telat, iya. Artinya ada proses yang intervensi di hulu gagal atau lemah sehingga mengakibatkan tidak ditangani cepat. Ini yang akhirnya menyebabkan kematian," kata Dicky menambahkan.
Selain itu kata Dicky, bicara kematian berarti ada intervensi yang sifatnya multisektor karena kematian bukan hanya masalah kesehatan, misalnya tidak ada dukungan sosial.
Ini yang menurut Dicky harus dievaluasi. Seberapa jauh dan efektif dukungan sektor lain. Terutama di level komunitas. Di Indonesia, bahkan sebelum Covid-19, kasus infeksi masih banyak di rumah.
Padahal intervensi dari kunjungan ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan lain menjadi penting.
"Karena orang Indonesia gak mudah ke rumah sakit. Kejadian banyak terjadi, deteksi awal di masyarakat ini masih lemah," pungkasnya.