Minggu, 5 Oktober 2025

Virus Corona

Kasus Covid-19 Anak di Indonesia Meningkat, Minggu Pertama Februari 2022 Capai 7.990 Kasus

Kasus Covid-19 pada anak di Indonesia mengalami tren peningkatan, per 7 Februari 2022, jumlah kasus Covid-19 pada anak-anak mencapai 7.190 kasus

pixabay.com
ILUSTRASI - Kasus Covid-19 pada anak di Indonesia mengalami trend peningkatan, per 7 Februari 2022, jumlah kasus Covid-19 pada anak-anak mencapai 7.990 kasus 

TRIBUNNEWS.COM - Kasus Covid-19 pada anak di Indonesia mengalami tren peningkatan.

Data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) per 7 Februari 2022, jumlah kasus Covid-19 pada anak-anak mencapai 7.990 kasus.

Padahal sebelumnya, jumlah kasus Covid-19 pada anak-anak per 31 Januari 2022 sebanyak 2.775 kasus.

Sementara, pada 24 Januari 2022 kasus Covid-19 anak tercatat sebanyak 676 kasus.

Jika dihitung dari 24 Januari 2022, Ketua Ikatan IDAI, dr Piprim Basarah Yanuarso, mengatakan kasus Covid-19 pada anak saat ini meningkat 10 kali lipat.

"Kalau dibanding Januari 676 kasus, menjadi 7.990 kasus (7 Februari) itu berarti udah 1.000 persen lebih atau 10 kali lipat lebih," kata Piprim, Rabu (9/2/2022), dikutip dari Kompas.com.

Piprim menyebut bahwa keadaan ini cukup mengkhawatirkan.

Baca juga: Kasus Covid-19 di Tonga Melonjak, Diduga Berasal dari Kapal Bantuan

Baca juga: Kasus Covid-19 pada Anak Naik 1.000 Persen, IDAI Ingatkan Omicron Sangat Infeksius

Untuk itu masyarakat khususunya orangtua tidak boleh menyepelekan permasalahan ini.

Untuk mengenal lebih jauh terkait gejala Covid-19 yang ada pada remaja, dewasa, maupun anak-anak, Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Panduan Pelaksanaan Pemeriksaan, Pelacakan, Karantina dan Isolasi dalam Rangka Percepatan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 yang tertulis dalam Keputusan Menkes Nomor HK.01.07/Menke/4641/2021.

Mengutip Tribunnews.com, berikut gejala-gejala yang muncul akibat paparan virus Covid-19:

1. Tanpa gejala/asimtomatis

Tidak ditemukan gejala klinis.

2. Gejala Ringan 

Pasien dengan gejala tanpa ada bukti pneumonia virus atau tanpa hipoksia.

Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue, anoreksia, napas pendek, mialgia.

Baca juga: Wisatawan Positif Covid-19 yang Nekat Liburan di Malang Terancam Pasal Pidana Kekarantinaan

Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan, kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual dan muntah, hilang penciuman (anosmia) atau hilang pengecapan (ageusia) yang muncul sebelum onset gejala pernapasan juga sering dilaporkan.

Derajat Gejala Covid-19 dapat diklasifikasikan ke dalam tanpa gejala/ asimtomatis, gejala ringan, gejala sedang, gejala berat,dan kritis. Berikut adalah perbedaan ciri gejala Covid-19 pada anak dan orang dewasa.

2. Gejala Ringan 

Pasien dengan gejala tanpa ada bukti pneumonia virus atau tanpa hipoksia.

Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue, anoreksia, napas pendek, mialgia.

Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan, kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual dan muntah, hilang penciuman (anosmia) atau hilang pengecapan (ageusia) yang muncul sebelum onset gejala pernapasan juga sering dilaporkan.

3. Gejala Sedang 

Pada pasien remaja atau dewasa: pasien dengan tanda klinis pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) tanpa tanda pneumonia berat termasuk SpO2 > 93% dengan udara ruangan.

Baca juga: Wisatawan Positif Covid-19 yang Nekat Liburan di Malang Terancam Pasal Pidana Kekarantinaan

Pada anak-anak: pasien dengan tanda klinis pneumonia tidak berat (batuk atau sulit bernapas + napas cepat dan/atau tarikan dinding dada) dan tidak ada tanda pneumonia berat).

Kriteria napas cepat:
- Usia  kurang dari 2 bulan, lebih dari atau sama dengan 60 kali per menit

- Usia 2–11 bulan, lebih dari atau sama dengan 50 kali per menit

- Usia 1–5 tahun, lebih dari atau sama dengan 40 kali per menit

- Usia >5 tahun, lebih dari atau sama dengan 30 kali per menit

4. Gejala Berat 

Pada pasien remaja atau dewasa: pasien dengan tanda klinis pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) ditambah satu dari: frekuensi napas > 30 x/menit, distres pernapasan berat, atau SpO2 < 93% pada udara ruangan.

Pada pasien anak: pasien dengan tanda klinis pneumonia (batuk atau kesulitan bernapas), ditambah setidaknya satu dari berikut ini:

a. Sianosis sentral atau SpO2<93% ;

b. Distres pernapasan berat (seperti napas cepat, grunting, tarikan dinding dada yang sangat berat);

c. Tanda bahaya umum : ketidakmampuan menyusu atau minum, letargi atau penurunan kesadaran, atau kejang.

Baca juga: New York Longgarkan Aturan Covid-19, Massachusetts Cabut Mandat Masker di Sekolah

d. Napas cepat/tarikan dinding dada/takipnea:

- Usia <2 bulan, ≥60x/menit;

- Usia 2–11 bulan, ≥50x/menit;

- Usia 1–5 tahun, ≥40x/menit;

- Usia >5 tahun, ≥30x/menit.

5. Kritis 

Pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan syok sepsis.

Kementerian Kesehatan juga merilis, untuk mencegah penularan, orang tua diharapkan dapat mengawasi anak-anak dari bahaya Covid-19, yakni dengan:

- Anak usia 2 tahun ke atas atau yang sudah dapat menggunakan dan melepaskan masker, dianjurkan menggunakan masker

- Ajarkan anak menggunakan dan melepas masker dengan benar

Baca juga: Swedia Nyatakan Pandemi Virus Corona Berakhir, Pembatasan dan Pengujian Covid-19 Dihapus

- Berikan "istirahat masker" jika anak berada di ruangan sendiri atau ada jarak 2 meter dari pengasuh

- Masker tidak perlu digunakan saat anak tidur

- Bagi yang menggunakan bantuan pengasuh, pengasuh yang berada di dalam ruangan yang sama harus menggunakan masker atau pelindung mata bila memungkinkan.

(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Widya Lisfianti, Kompas.com/Ellyvon Pranita)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved