Virus Corona
Syarat Pasien Covid-19 Omicron Bisa Isolasi Mandiri di Rumah
Pasien konfirmasi Covid-19 varian Omicron saat ini bisa melakukan isolasi mandiri (Isoman) di rumah. Simak syaratnya.
TRIBUNNEWS.COM - Pasien konfirmasi Covid-19 varian Omicron saat ini bisa melakukan isolasi mandiri (Isoman) di rumah.
Ketentuan tersebut tercantum dalam Surat Edaran Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.01/MENKES/18/2022 tentang Pencegahan dan Pengendalian Kasus Covid-19 Varian Omicron yang ditetapkan pada 17 Januari 2022.
Aturan sebelumnya menyatakan seluruh kasus probable dan konfirmasi varian Omicron baik yang bergejala maupun tidak bergejala harus dilakukan isolasi di rumah sakit.
Dikutip dari laman Kemkes, berdasarkan beberapa studi awal di Denmark, Afrika Selatan, Kanada, Inggris, dan Amerika Serikat saat ini menunjukkan risiko perawatan di rumah sakit lebih rendah dibandingkan varian Delta.
Baca juga: Kasus Harian Covid-19 di Indonesia Tembus Angka 3.205, Anggota DPR: Jangan Lambat Antisipasi
Pertimbangan tersebut membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan isoman bagi pasien konfirmasi Covid-19 Omicron tanpa gejala dan gejala ringan.
Namun tidak semua pasien konfirmasi Omicron bisa melakukan Isoman karena ada sejumlah syarat yang harus diperhatikan, yaitu :
Syarat Klinis
- Pasien harus berusia 45 tahun ke bawah
- Tidak memiliki komorbid
- Dapat mengakses telemedicine atau layanan kesehatan lainnya
- Berkomitmen untuk tetap diisolasi sebelum diizinkan keluar.
Syarat Rumah dan Pendukung
- Pasien harus dapat tinggal di kamar terpisah, lebih baik lagi jika lantai terpisah
- Ada kamar mandi di dalam rumah terpisah dengan penghuni rumah lainnya
- Dapat mengakses pulse oksimeter.
Baca juga: Kronologi Pasien Omicron di RI Meninggal, Sempat Tak Bergejala Lalu Sesak Nafas 3 Hari Kemudian
Jika pasien tidak memenuhi syarat klinis dan syarat rumah, maka pasien harus melakukan isolasi di fasilitas isolasi terpusat.
Selama isolasi, pasien harus dalam pengawasan Puskesmas atau Satgas setempat.
Isolasi terpusat dilakukan pada fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau swasta yang dikoordinasikan oleh Puskesmas dan dinas kesehatan.
2 Pasien Omicron Meninggal Dunia
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat dua kasus konfirmasi Covid-19 varian Omicron meninggal dunia.
Kedua kasus tersebut merupakan pelaporan fatalitas pertama di Indonesia akibat varian baru yang disebut-sebut memiliki daya tular tinggi.
“Satu kasus merupakan transmisi lokal, meninggal di RS Sari Asih Ciputat dan satu lagi merupakan pelaku perjalanan luar negeri yang meninggal di RSPI Sulianti Saroso Jakarta," papar juru bicara Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmidzi, pada website resmi Kemenkes, Sabtu (22/1/2022).
Baca juga: Kasus Harian Corona Indonesia 22 Januari 2022: Peringkat ke-23 Dunia, Tambah 3.205 Kasus
Menurut informasi, kedua pasien tersebut memiliki komorbid atau penyakit penyerta.
Sejak 15 Desember hingga saat ini secara kumulatif tercatat 1.161 kasus konfirmasi Omicron ditemukan di Indonesia.
Sejauh ini pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi
penyebaran Omicron.
Mulai dari menggencarkan 3T terutama di wilayah pulau Jawa dan Bali, peningkatan rasio tracing, menjamin ketersediaan ruang isolasi terpusat, dan menggencarkan akses telemedecine.
Dan juga, meningkatkan rasio tempat tidur untuk penanganan Covid-19 di rumah sakit.
Baca juga: Cek Daftar Penerima Vaksin Booster di PeduliLindungi, Simak Jadwal, Syarat, Lokasi & Efek Sampingnya
Vaksin Booster
Sementara itu Pakar Epidemiologi Griffith University, Dicky Budiman menyebutkan, dosis ketiga vaksin Covid-19 atau booster masih sangat efektif dalam menghadapi Omicron.
"Booster sangat efektif ya dalam menghadapi Omicron. Dan ini bisa terlihat di studi Israel, termasuk juga beberapa negara bagian Amerika," ungkapnya.
Kasus yang paling meledak menurut Dicky adalah negara dengan cakupan booster yang kurang atau bahkan tidak ada.Hal ini juga terlihat dari studi Australia.
"Pada negara bagian yang jauh lebih baik pemberian booster, kasus infeksi maupun juga hunian rumah sakit dan ICU dan kematian jauh lebih rendah," kata Dicky menambahkan.
Namun ia menekankan sekali lagi jika booster tidak menjamin terhindar dari infeksi. Kasus tetap ada walau jarang. Yang jelas, kasus jauh lebih kecil dibandingkan booster. Di sisi lain, pemberian booster perlu tergantung pada prioritas.
"Dimana kelompok yang berisiko lebih tinggi diberikan lebih dulu. Didahulukan, diprioritaskan, itu membuat booster semakin efektif," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto/M Zulfikar)