Virus Corona
Menkes Sebut Obat Covid-19 Molnupiravir Akan Tiba di Indonesia Desember 2021
Budi Gunadi Sadikin mengatakan obat Covid-19 buatan Merck bernama Molnupiravir direncakan akan tiba di Indonesia pada Desember 2021.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan obat Covid-19 buatan Merck bernama Molnupiravir direncakan akan tiba di Indonesia pada Desember 2021.
Budi Gunadi menyebut obat ini diklaim dapat mengurangi risiko pasien Covid-19 hingga masuk rumah sakit.
Ia juga memastikan kehadiran obat ini tak akan terganggu jika terjadi gelombang Covid-19 berikutnya.
Hal itu disampaikan Budi Gunadi saat konferensi pers usai rapat terbatas dengan Presiden Jokowi terkait Evaluasi PPKM yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (15/11/2021).
"Mudah-mudahan tidak ada gejolak, tapi toh kalau ada gelombang baru kita sudah siap dengan obat-obatannya," kata Budi.
Budi mengatakan, saat ini pemerintah masih menunggu izin penggunaan darurat produk medis atau Emergency Use Authorization (EUA) dari FDA.
Baca juga: Tersedia 7.000 Dosis, Vaksinasi Covid-19 di Simalungun Dimulai 15 November
Budi pun menegaskan, pemerintah masih terus mengkaji alternatif obat Covid-19 lainnya.
"Kami akan terus bekerja sama dengan BPOM untuk mengkaji alternatif obat ini," jelasnya.
Mengenal Molnupiravir
Molnupiravir merupakan obat untuk penanganan Covid-19 yang diproduksi perusahaan farmasi Merck.
Obat Molnupiravir ini menunjukkan hasil yang memuaskan dalam uji klinis tahap tiga.
Melalui situs resminya merck.com, obat tersebut dapat menurunkan risiko rawat inap dan kematian akibat Covid-19 hingga 50 persen pada orang yang baru saja didiagnosis dan berisiko terkena gejala parah.
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Menteri Kesehatan RI (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan harga obat Covid-19 Molnupiravir di bawah Rp 1 juta.
Nantinya, obat Covid-19 pertama ini akan tiba di Indonesia pada Desember 2021.
Baca juga: Mengenal Paxlovid, Obat Antivirus yang Diklaim Memiliki Efektivitas Nyaris 90 Persen pada Covid-19
Baca juga: Update Covid-19 Global 10 November 2021 Siang: Kasus Aktif di Inggris Masih 1,5 Juta Infeksi
"Antara 40 sampai 50 US dolar jadi nggak terlalu mahal di bawah satu juta," ungkap Menkes dalam Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI, Senin (8/11/2021).
Ia mengatakan obat ini diperuntukan bagi pasien dengan gejala ringan sampai sedang.
Setiap pasien akan diberikan Molnuvirapir selama 5 hari, dalam satu haru diminum 8 tablet sehingga satu pasien bergejala Covid-19 ringan sampai sedang membutuhkan 40 tablet.
"Hasil uji klinis di luar negeri, pasien yang diberikan obat ini 50 persen bisa tidak masuk ke rumah sakit," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito menyebut izin penggunaan obat Molnupiravir sedang berproses.
"Akan berproses di Indonesia. Ke depan ada kesempatan untuk kita melakukan produksi sendiri," katanya.
Hasil Uji Klinis Obat Molnupiravir
Uji klinis melibatkan pasien yang baru saja dinyatakan positif Covid-19 dan memiliki gejala ringan hingga sedang dalam lima hari terakhir.
Para peserta uji klinis harus memiliki setidaknya satu faktor risiko untuk gejala yang buruk, seperti memiliki obesitas, diabetes, penyakit jantung, atau berusia 60 tahun ke atas.
Beberapa peserta menerima plasebo dan perawatan standar.
Sementara yang lainnya menerima dosis oral obat Molnupiravir setiap 12 jam selama 5 hari.
Setelah 29 hari masa uji klinis, 53 dari 377 peserta yang menerima plasebo dirawat di rumah sakit karena Covid-19, dan delapan di antaranya meninggal.
Di antara mereka yang menerima obat, hanya 28 dari 385 orang yang dirawat di rumah sakit dan tidak ada pasien yang meninggal.
Baca juga: Wamenkes: Obat Molnupiravir untuk Pasien Covid-19 Gejala Ringan
Baca juga: Inggris Jadi Negara Pertama yang Setujui Pil Merck Molnupiravir sebagai Obat Covid-19
Dengan kata lain, 7,3 persen pasien yang menggunakan obat itu dirawat di rumah sakit atau meninggal dibandingkan dengan 14,1 persen pada kelompok plasebo.
Diketahui, uji coba itu bersifat global dan obat tersebut tampaknya bisa bekerja sama melawan berbagai varian SARS-CoV-2, termasuk delta, gamma, dan mu.
Merck mencatat bahwa mereka memiliki data genetik virus untuk mengidentifikasi varian dari 40 persen peserta.
Hasil keamanan obat juga sama-sama menjanjikan, dengan peserta melaporkan jumlah efek samping terkait obat yang serupa antara kelompok plasebo daripada kelompok obat (11 persen dan 12 persen, masing-masing).
Sekitar 3,4 persen orang dalam kelompok plasebo berhenti dari penelitian karena efek samping, sementara pada kelompok obat hanya 1,3 persen yang berhenti.