Virus Corona
Laporcovid19 Sebut 269 Pasien Meninggal Dunia di Luar Fasyankes, Begini Tanggapan Jubir Kemenkes
Layanan pencarian rumah sakit dalam laman web laporcovid19.org pun telah ditutup karena ruang isolasi atau ICU telah terisi penuh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus positif virus corona (Covid-19) telah mengalami lonjakan signifikan dan membuat fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) akhirnya kolaps.
"Sudah collapse," ujar anggota LaporCovid19 Amanda Tan dalam pesan singkatnya kepada Tribun, Minggu (4/7) siang.
Layanan pencarian rumah sakit dalam laman web laporcovid19.org pun telah ditutup karena ruang isolasi atau ICU telah terisi penuh.
Pasien yang telah dibawa ke rumah sakit dan tidak mendapatkan ruangan ICU pun untuk sementara ditampung di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Bahkan mirisnya, ruang IGD pun saat ini juga telah terisi penuh.
Baca juga: BEM Nusantara Ajak Mahasiswa Jadi Pionir Penerapan Protokol Kesehatan di Masyarakat
"Kami menutup layanan pencarian RS kami, karena pencarian kami menunjukkan bahwa pasien tidak bisa dapat ruangan isolasi atau ICU, mereka semua harus di IGD, bahkan IGD juga full," kata Amanda.
Dikutip dari laman laporcovid19.org, sebelumnya mengaku telah melakukan penelusuran melalui sejumlah sumber, mulai dari media sosial Twitter, media online maupun laporan langsung dari warga.
Dari laporan yang dihimpun tersebut, tim menemukan sedikitnya 265 kasus kematian akibat positif Covid-19 namun dengan beberapa kondisi.
Mulai dari sedang melakukan isolasi mandiri di rumah, saat berupaya mencari fasilitas kesehatan, hingga tengah menunggu antran di IGD rumah sakit.
Tim LaporCovid19 mencatat laporan kematian ini terjadi selama periode Juni hingga 2 Juli 2021.
Menurut laman tersebut, 265 kasus kematian tersebut tersebar pada 47 kota dan kabupaten yang ada di 10 provinsi meliputi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I.Yogyakarta, Jawa Timur, Lampung, Kepulauan Riau, Riau dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Provinsi yang tercatat cukup banyak mengalami kasus kematian di luar rumah sakit adalah Jawa Barat, sebanyak 97 kematian dari 11 kota/kabupaten.
Sedangkan temuan provinsi yang menunjukkan sebaran terbanyak ada di Jawa Tengah yang mencatat kejadian pada 12 kota/kabupaten.
Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengatakan puncak peningkatan kasus virus corona (Covid-19) akan terjadi menjelang akhir Juli 2021.
Baca juga: Jangan Lembek, Pemerintah Diminta Tegas Larang WNA Masuk Indonesia
Terlebih saat ini fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) sudah tidak mampu menampung lonjakan kasus positif sehingga banyak diantara pasien yang memiliki gejala beragam ini terpaksa mengisolasi secara mandiri di rumah.
"Situasi ini masih akan berlanjut sampai mendekati akhir bulan ini sebagai puncaknya.
Apalagi kita ini di tengah situasi di mana semakin banyak pasien yang tidak tertangani ya," papar Dicky.
Saat ini, angka laporan kasus memang mengalami peningkatan, kata dia namun belum terlalu tinggi lantaran testing yang dianggap kurang optimal.
Ia pun berharap penerapan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat hingga 20 Juli mendatang dapat memaksimalkan upaya testing ini hingga mencapai angka 500.000.
"Karena memang sudah sangat banyak ini laporan kasus, (tapi) kita belum menunjukkan peningkatan yang berarti karena memang testingnya juga 'segitu', belum meningkat, kita harapkan dari ppkm darurat itu bisa 500.000," jelas Dicky.
Baca juga: LaporCovid19: Rumah Sakit Kolaps dan ICU Penuh, Layanan Pencarian RS Ditutup
Sehingga nantinya bisa menemukan banyak kasus infeksi baru, kemudian segera ditindaklanjuti melalui upaya isolasi, baik mandiri maupun yang difasilitasi oleh pemerintah. "Dan langsung isolasi karantina, mau mandiri, mau difasilitasi," kata Dicky.
Dicky pun menekankan bahwa keterbatasan fasyankes akibat lonjakan pasien Covid-19 seharusnya menjadi momen yang tepat bagi pemerintah untuk serius mengedukasi masyarakat terkait bagaimana cara mengisolasi diri di rumah.
"Tapi yang jelas, bahwa saat ini sudah waktunya memberikan edukasi pada publik bagaimana dan apa yang harus dilakukan kalau isoman (isolasi mandiri), yang jelas tidak ada hal hal yang aneh ya sebetulnya," pungkas Dicky.
Tim LaporCovid-19 Said Fariz Hibban menjelaskan potret nyata kolapsnya fasilitas kesehatan menyebabkan pasien Covid-19 kesulitan mendapatkan layanan medis yang layak.
"Situasi ini diperparah oleh komunikasi risiko yang buruk, yang menyebabkan sebagian masyarakat menghindari untuk ke rumah sakit dan memilih isolasi mandiri," katanya.
Kondisi ini kata dia menunjukkan bahwa pemerintah abai dalam memenuhi hak atas kesehatan warganya di masa pandemi yang telah dijamin oleh Undang-undang Kekarantinaan Kesehatan Nomor 6 Tahun 2018.
Undang-undang ini menjamin bahwa di masa pandemi, setiap warga negara berhak mendapatkan layanan medis yang semestinya. "Jelas ini juga bagian dari pelanggaran hak asasi manusia yang dijamin dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945," katanya.
Juru Bicara Kemenkes dr

membantah bahwa kondisi fasilitas kesehatan di Indonesia kolaps.
"Kalau kolaps tidak benar ya, bisa dicek ke fasyankesnya," ujar Nadia.
Perihal adanya 269 pasien isolasi mandiri (isoman) yang meninggal dunia di luar faskes, pihaknya akan melakukan pengecekan lebih dulu.
Nadia menduga bahwa para pasien yang meninggal itu disebabkan karena keterlambatan penanganan.
Dia menyebut masih banyak rumah sakit yang masih merawat dan mengkonversi ruang tempat perawatannya untuk menampung pasien Covid-19 terutama rumah sakit swasta di Jakarta.
"Ini artinya kita butuh ketegasan kepala daerah untuk meminta seluruh fasyankes swasta untuk membantu dalam kondisi seperti ini," ujarnya. (Tribun Network/fik/fit/wly)