Penanganan Covid
Tingkat Keterisian RS Covid-19 di Solo Capai 87 Persen, Kepala Dinkes: Saya Sudah Mulai Deg-degan
Bed occupancy rate (BOR) alias tingkat keterisian tempat tidur untuk pasien Covid-19 di seluruh rumah sakit (RS) di Kota Solo melonjak.
TRIBUNNEWS.COM - Bed occupancy rate (BOR) alias tingkat keterisian tempat tidur untuk pasien Covid-19 di seluruh rumah sakit (RS) di Kota Solo melonjak.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Solo, Siti Wahyuningsih menyebut, BOR di Solo mencapai 87 persen.
"Secara garis besar, kenaikan keterisian tempat tidur itu sudah tinggi, saya lihat data saya sekarang itu sudah posisi 87 persen," ungkap Ning, Kamis (17/6/2021) dalam program Overview Tribunnews.com.
Ning mengaku mulai khawatir dengan kondisi tersebut.
"Saya sudah mulai deg-degan," ujarnya.

Baca juga: Mutasi Virus Corona, Begini Awal Mula Penamaan Varian Delta
Kepala dinas yang menjabat sejak era Wali Kota Solo, Joko Widodo itu menyebut keterisian tempat tidur pasien Covid-19 mulai terasa sejak akhir bulan Ramadan 2021 kemarin.
"Sampai sekarang cenderung naik, ini kewaspadaan kita semua, tidak hanya di luar Solo, tapi di Solo juga naik."
"Harus kita sikapi dengan bijaksana, termasuk masyarakat harus sadar covid itu ada, ini menjadi masalah," ungkapnya.
Varian Delta di Kota Solo
Sementara itu, Ning menyebut jika belum ada laporan kasus Covid-19 varian Delta di Kota Solo.
"Doanya tidak ada, semoga tidak ada," ungkapnya.
Baca juga: 11 Anggota DPR Positif Covid-19, Tenaga Ahli dan Pamdal Ikut Terpapar, 2 Komisi Di-lockdown
Namun, sudah ada sampel spesimen yang dikirim, namun hasilnya belum keluar.
"Beberapa sampel yang dikirim juga bukan hanya masyarakat Solo, melainkan yang opname di Solo," ungkap Ning.
Ning mengungkapkan, Pemerintah Kota Solo terus berusaha mengedukasi masyarakat untuk taat protokol kesehatan.
"Apapun variannya, protokol kesehatan yang menjadi utama," ungkap Ning.
Simak program Overview "Corona Jenis Baru dan Isu Dicovidkan" selengkapnya :
Kasus Corona Varian Delta di Indonesia
Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat setidaknya ada 104 kasus corona varian delta atau B.1.617 dari India yang sudah masuk ke Indonesia.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, varian delta tersebut sudah menyebar di beberapa daerah di Indonesia.
Kendati demikian, Nadia mengingatkan, vaksin Covid-19 masih efektif memberikan perlindungan.
Nadia pun mencontohkan, vaksin Sinovac yang digunakan untuk tenaga kesehatan, terbukti memberikan perlindungan dari kematian mencapai 98 persen.
Selain itu, Nadia mengatakan, vaksin AstraZeneca efektif memberikan perlindungan dari penularan virus corona varian delta dan alpha menurut riset dari Public Health England (PHE).

"Jadi sekarang WHO menyarankan kita mempercepat vaksinasi, efikasi dari vaksin terus terganggu, kita sebenarnya sudah memiliki pertahanan untuk melawan virus tersebut," ujar Nadia dalam diskusi secara virtual bertajuk "Siap Jaga Indonesia dengan Vaksinasi Gotong Royong", Rabu (16/6/2021), dikutip dari Kompas.com.
Di sisi lain, Nadia tak menampik kasus Covid-19 yang terus meningkat di Indonesia akibat dari penyebaran virus corona varian delta dan aplha.
Oleh karena itu, perlindungan pada masyarakat harus dipercepat dengan memperluas cakupan vaksinasi di seluruh provinsi.
"Pada waktu kita menjadi sasaran vaksinasi maka segeralah datang, jangan ragu-ragu, begitu juga dengan vaksinasi gotong royong karena ada juga karyawan masih ragu-ragu divaksin walaupun sudah dibelikan dari perusahaan," kata dia.
Menurut laporan Kemenkes, berikut daftar wilayah di Indonesia yang terdeteksi adanya kasus virus corona varian Delta per 13 Juni 2021:
1. DKI Jakarta
Ditemukan 20 kasus;
2. Jawa Tengah
Ditemukan 75 kasus, tersebar di Kabupaten Brebes, Cilacap dan Kudus;
3. Kalimantan Tengah
Ditemukan 3 kasus di Gunung Mas dan Palangkaraya;
4. Kalimantan Timur
Ditemukan 3 kasus di Samarinda;
5. Sumatera Selatan
Ditemukan 3 kasus, tersebar di Palembang, Prabumulij dan Penukal Abab Lematang Lilir.
Varian Delta Miliki Tingkat Penularan 40-70 Persen Lebih Tinggi dari Alpha
Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Prof Amin Soebandrio menilai, peningkatan kasus akibat virus corona varian Delta semakin tajam.
Terbukti, virus tersebut kini merebak berkali-kali lipat setelah pertama kali ditemukan pada Januari 2021 lalu.
"Peningkatan kasus dari varian delta ini meningkat tajam, kita peertama kali menemukan bulan Januari 2021, tapi dari bulan ke bulan naiknya cukup signifikan."
"Sebulan berikutnya naik terus sampai saat inisudah mencapai lebih dari 100," kata Prof Amin, dikutip dari tayangan Youtube Kompas TV, Kamis (17/6/2021).
Bahkan, Prof Amin menilai angka tersebut akan terus naik karena beberapa daerah masih mengolah datanya.

"Bahkan kita belum memasukkan angka dari Jawa Timur, karena masih diolah," katanya.
Prof Amin pun mengatakan, virus corona varian delta ini memiliki kecepatan penularan berkali-kali lipat.
Dibanding dengan varian alpha, Prof Amin menyebut virus corona varian delta ini lebih cepat hingga 40-70 persen.
"Varian delta ini memiliki kecepatan penularan 40-70 persen lebih tinggi dari alpha, sementara varian alpha itu 40-70 persen lebih tinggi dari virus corona biasa."
"Jadi memang dibanding dengan varian biasa itu jauh lebih cepat," ungkapnya.
Berita lain terkait Virus Corona
(Tribunnews.com/Gilang Putranto/Inza Maliana, Kompas.com/Haryanti Puspa Sari)