Virus Corona
IDI: Kemungkinan Covid-19 Tidak Akan Hilang, Berubah Jadi Endemi
Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban mengatakan kemungkinan Covid-19 tidak akan hilang dari muka bumi.
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban mengatakan kemungkinan Covid-19 tidak akan hilang dari muka bumi.
Menurut Zubairi, kemungkinan Covid-19 tidak akan menjadi pandemi lagi, tapi berubah menjadi endemi, yakni penyakit yang terjadi di suatu wilayah saja.
"Kemungkinan yang paling besar yang terjadi dengan penyakit yang gawat ini. Walaupun sudah usaha ikhtiar adalah menjadi endemi. Jadi sekali-sekali, nanti berapa tahun lagi ada di Papua. Nanti bulan berikutnya ada di Jakarta. Namun tidak di seluruh Indonesia menjadi endemi," ujar Zubairi dalam Webinar Refleksi Penanganan Covid-19 di Indonesia, Kamis (11/3/2021).
Baca juga: Gerakan 1 Juta Sajadah Pelindung Covid-19, Puan Harap Masyarakat Lebih Tenang Beribadah di Masjid
Zubairi mengungkapkan banyak penyakit di dunia yang tidak bisa hilang.
Sejauh ini, kata Zubairi, hanya variola atau cacar yang dapat hilang.
Contoh penyakit yang tidak hilang dan tetap ada saat ini adalah Influenza dan Hepatitis C.
Influenza selama ini terus ada di wilayah Eropa dan Amerika.
Setiap tahunnya pada bulan Oktober hingga Desember, dilakukan vaksinasi untuk mencegah penularan Influenza di Amerika Serikat.
Baca juga: Wapres Harap Implementasi Gerakan Nasional Sejuta Sajadah Pelindung Covid-19 Bisa Lebih Luas
"Virusnya Influenzanya bermutasi. Mutasi setiap tahun ini tidak mempan dengan vaksin sebelumnya," tutur Zubairi.
Zubairi memperkirakan Covid-19 tidak akan hilang melainkan dapat dikendalikan.
Langkah untuk mengendalikan Covid-19, menurut Zubairi, adalah melalui vaksinasi.
Kekebalan kawanan atau herd imunity diharapkan terbentuk setelah proses vaksinasi.
"Sehingga terjadi herd imunity. Sehingga virusnya pusing. Mau menular ke A kebal, menular ke B kebal, ke C kebal. Sudah gak mempan, jadi tidur deh menjadi endemi," kata Zubairi.
Anjurkan Buka Jendela di Semua Ruangan
Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih mengatakan, selain penguatan kedisplinan masyarakat terhadap protokol kesehatan 3M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan).
Upaya lain yang perlu dilakukan pemerintah adalah mensosialisasikan anjuran membuka ventilasi atau jendela di semua ruangan atau tempat umum baik tempat usaha, perkantoran, sekolah, tempat ibadah, dan lainya.
"Ventilasi yang terbuka dapat menghilangkan viral load dari orang-orang yang asimtomatik atau orang tanpa gejala. Jika tidak ada jendela maka bisa menggunakan pembersih udara atau air purefier," jelas Daeng dalam keterangan pers yang diterima Kamis (11/3/2021).
Daeng menerangkan, dari data yang didapati penularan virus dapat melalui aerosol, sehingga paling sulit mengendalikan orang-orang yang asimtomatis atau tanpa gejala.
WHO mengingatkan dunia bahwa penyebaran SARSCOV-2 adalah transmisi airborne (melalui droplet udara) microdroplets (5pm).
Baca juga: Tingkat Kematian Akibat Covid-19 Tertinggi di Asia, Ini yang Perlu Disikapi Menurut PB IDI
Transmisi aerosol tidak mesti batuk atau bersin, bernafas normal dapat menularkan.
Ketika bernafas dan berbicara pun dapat mengeluarkan virus. Penyebaran dalam bentuk droplets (batuk, bersin, nafas dan berbicara) berukuran >5 pm akan mengendap di lantai, sedangkan ukuran <0.8 - 10 pm tetap ada di udara hingga 1-3 jam (virus bisa hidup).
Ukuran aerosols virus terbanyak (0.5 hingga 5 pm) adalah ukuran paling lazim terhirup nafas.
Penularan dapat terjadi tanpa disadari karena data global 1 dari 3 orang bisa bersifat asimptomatik / pre-symptomatik (tidak bergejala, tetapi mempunyai kemampuan menyebarkan virus sama dengan orang terinfeksi yang bergejala).
Baca juga: Kamboja Laporkan Kasus Kematian Pertama Akibat Covid-19
"Apabila ada seseorang yang terinfeksi baik bergejala maupun tidak bergejala, secara tidak disadari menghembuskan nafas pun dapat menyebarkan virus," ujar dia.
Dilaporkan, saat orang terinfeksi akan menyebarkan virus dengan rata-rata penularan terjadi 35% dari droplet (terutama jarak dekat), 57% dari inhalasi (microdroplet), dan hanya 8.2% dari kontak.
Pada keadaan ruangan yang tertutup, dimana udara berputar-putar, atau transmisi pada ruang konferensi dengan udara AC yang berputarputar maka berpotensi menjadi masalah.
Oleh karena itu sistem ventilasi pada umumnya saat ini adalah dengan menggunakan AC central, dengan sirkulasi udara yang buruk dan kurang cahaya ultraviolet, maka virus SARS-CoV-2 dapat bertahan hidup hingga 3 jam dalam ruangan.
Faktor lain seperti iklim, cuaca, suhu, kelembaban dan sinar matahari juga mempengaruhi penyebarannya.
"Jadi jika ruangan yang tidak bisa membuka jendela harus mengunakan pembersih udara (air purifier) yang dapat menyaring dan membunuh virus 99,9%. Sehingga kegiatan sekolah, kantor, tempat usaha dapat kembali aktif," jelas dr.Daeng.