Virus Corona
Tercatat 1,5 Juta Orang Meninggal Akibat Covid-19
Hampir 65 juta orang di dunia telah terinfeksi Covid-19 dan negara yang terkena dampak terburuk, Amerika Serikat
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JENEWA - Lebih dari 1,5 juta orang di dunia telah kehilangan nyawa mereka karena Covid-19 per Jumat (4/12/2020).
Artinya satu kasus kematian dilaporkan setiap sembilan detik rata-rata setiap mingguya.
Reuters melaporkan, setengah juta kasus kematian terjadi hanya dalam dua bulan terakhir. Ini menunjukkan tingkat keparahan pandemi masih jauh dari selesai.
Hampir 65 juta orang di dunia telah terinfeksi Covid-19 dan negara yang terkena dampak terburuk, Amerika Serikat, saat ini sedang berjuang melawan gelombang ketiga infeksi virus corona.
Dalam seminggu terakhir saja, lebih dari 10.000 orang di dunia meninggal rata-rata setiap hari, yang terus meningkat setiap minggunya.
Banyak negara di seluruh dunia sekarang berjuang menghadapi gelombang kedua dan ketiga bahkan lebih besar dari yang pertama, memaksa pembatasan baru pada kehidupan sehari-hari.
Virus corona menyebabkan lebih banyak kasus kematian dalam setahun terakhir daripada tuberkulosis pada 2019 dan hampir empat kali jumlah kematian akibat malaria, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Baca juga: Ini 10 Manfaat Gedebog Pisang Bagi Kesehatan yang Dijual Mahal di Amerika Serikat
Robert Redfield, kepala Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS, memperingatkan pada Rabu lalu, pandemi akan menimbulkan krisis kesehatan paling suram di negara itu selama beberapa bulan ke depan, sebelum vaksin tersedia secara luas.
"Saya benar-benar percaya itu akan menjadi waktu yang paling sulit dalam sejarah kesehatan masyarakat bangsa ini," kata Redfield dalam presentasi livestreaming yang diselenggarakan oleh Yayasan Kamar Dagang AS.
Amerika Serikat masih berada di puncak jumlah korban jiwa terbanyak di dunia, dengan lebih dari 273.000 kasus kematian.
Sementara wilayah Amerika Utara dan Amerika Latin yang digabungkan memiliki lebih dari 50% dari semua kematian virus corona yang telah dilaporkan.
Wilayah Amerika Latin, yang terkena dampak terburuk secara global dalam hal korban jiwa, baru-baru ini melampaui lebih dari 450.000 kematian.
HARAPAN VAKSIN
Pada hari Rabu, Inggris menjadi negara pertama yang menyetujui kandidat vaksin yang dikembangkan oleh BioNTech dan Pfizer Inc Jerman— lompatan luar biasa dibanding seluruh dunia dalam upaya untuk memulai program inokulasi massa yang krusial. Pekan depan vaksinasi akan dimulai di Inggris.
Sementara Regulator kesehatan AS diperkirakan akan menyetujui distribusi dan pemberian vaksin pada pertengahan Desember mendatang.
“Afrika menargetkan 60% populasinya divaksinasi Covid-19 dalam dua hingga tiga tahun ke depan,” kata kelompok pengendalian penyakit Uni Afrika pada Kamis lalu.
Benua berjumlah 1,3 miliar orang itu telah mencatat lebih dari 2,2 juta infeksi virus corona yang dikonfirmasi, menurut penghitungan Reuters.
Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock mengungkapkan Inggris akan menerima pengiriman pertama 800.000 dosis vaksin.
Baca juga: Kisah Pilu Dokter Sardjono & Istri, Meninggal di Hari yang Sama Usai Sepekan Isolasi Covid-19
Warga Inggris akan mulai menerima suntikkan vaksin pada awal pekan depan.
Vaksinasi massal akan dilakukan tahun depan, dengan prioritas pada penduduk dan pekerja medis, perawat di rumah jompodan kelompok warga berusia 80 atau lebih.
Eksekutif regulator Ingggris, Dr June Raine, meyakinkan masyarakat bahwa vaksin itu aman.
Tantangan kedepan vaksin perlu disimpan dan dikirim pada suhu minus 60 hingga 80 derajat Celcius.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan kepada wartawan, "program vaksinasi massal terbesar dalam sejarah Inggris" akan dimulai minggu depan.
Dia juga menjelaskan akan memakan waktu beberapa bulan agar semua orang berisiko tinggi untuk menyelesaikan vaksinasi.
Johnson memperingatkan masyarakat agar tidak "terlalu terbawa optimisme yang berlebihan" setelah menyetujui penggunaan vaksin Covid-19.
Ia juga mengatakan langkah pemerintah itu bukan berarti perjuangan telah berakhir.
Karena itu Johnson mengimbau masyarakat untuk memastikan mereka tetap melakukan langkah preventif untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Sebelumnya WHO sudah memperingatkan negara-negara di dunia, khususnya Eropa untuk mengambil tindakan lebih lanjut untuk menekan penyebaran Covid-19. Saat itu WHO memperingatkan akan terjadi lonjakan kasus Covid-19.
"Ini adalah momen berbahaya bagi banyak negara di belahan bumi utara seiring lonjakan kasus," kata Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus, pada pembukaan KTT Kesehatan Dunia tiga hari di Berlin, seperti dilansir AFP dan Channel News Asia, beberapa waktu lalu.
Tetapi dia menambahkan,banyak orang tidak berdaya melawan virus, karena kurang disiplinnya menerapkan pentingnya 3 M yakni menjaga jarak sosial, mencuci tangan, dan memakai masker serta menjauhi pertemuan yang berjumlah banyak di ruang tertutup.
Dia kembali menyerukan kepada para pemimpin negara untuk kembali mengingatkan warganya untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan 3 M dalam segala aktivitas untuk menekan laju pertumbuhan kasus yang makin meninggi akhir-akhir ini.
"Lagi dan lagi kita telah melihat, bahwa mengambil tindakan yang tepat dengan cepat berarti wabah akan dapat dikelola."
Berbicara pada pertemuan yang sama, yang diadakan secara online tahun ini, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres dalam pesan videonya menyebut pandemi itu sebagai "krisis terbesar di zaman kita".
Karena itu kata dia, butuh solidaritas dunia dalam setiap langkah untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 dari negara masing-masing.
"Kami membutuhkan solidaritas global di setiap langkah," katanya.