Ini Solusi Kepala BPS Selamatkan UMK dan UMB di Tengah Pandemi
Ada beberapa kendala yang dihadapi perusahan selama pandemi Covid-19 antara lain, 8 dari 10 perushaan, kehilangan pelanggan atau klien.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mendapatkan banyak temuan menarik dari survei yang dilakukan pada 10-26 Juli 2020.
Survei tersebut melibatkan 34.559 responden yang terdiri dari 6.821 pelaku Usaha Menengah Besar (UMB), 25.256 Pelaku Usaha Mikro dan kecil (UMK) dan 2.482 pelaku usaha pertanian.
Kepala BPS Suhariyanto saat menjadi narasumber dalam acara Webinar Nasional Kedua Kelompok Studi Demokrasi Indonesia (KSDI) mengatakan temuan pertama adalah fakta bahwa pandemi Covid-19 telah memukul banyak sektor usaha, baik yang kecil maupun menengah besar.
Sebanyak 82,9 persen pelaku usaha mengaku pendapatannya menurun akibat Covid-19, 14,6 persen pendapatannya tetap dan hanya 2,6 persen yang pendapatannya meningkat.
“Dari 82,9 persen pelaku usaha yang mengaku pendapatannya menurun akibat Covid-19, rinciannya adalah 82,3 persen UMB mengaku pendapatannya menurun, dan 84,2 persen UMKM mengaku pendapatannya menurun. Dan sektor usaha yang pendapatannya menurun paling drastis adalah akomodasi dan makanan minuman, jasa lainnya, serta transportasi dan pergudangan,” papar Suhariyanto,
Baca: Survei BPS, 59 Persen Perusahaan Beroperasi Normal di Tengah Pandemi Covid-19

Dalam webinar nasional yang dihadiri ribuan partisipan yang terdiri dari 500 orang melalui apliksi zoom dan 1.300 melalui live-streaming ini dipandu oleh moderator yang juga Ketua Dewan Pembina KSDI Maruarar Sirait.
Maruarar mengatakan bahwa Suhariyanto ini merupakan Kepala BPS pertama dari hasil lelang jabatan, yang selalu menyuarakan kebenaran berbasis fakta dan data-datanya sering digunakan pemerintah, terutama Presiden Joko Widodo, untuk mengambil keputusan yang strategis.
Kata Maruarar, Suhariyanto ini seorang profesional yang berintegritas serta senantiasa menyampaikan data-data apa-adanya.
Dalam diskusi ini, selain Suhariyanto, bertindak sebagai narasumber adalah Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Ketua Tim Pakar Satgas Penanganan Covid-19 WikuAdisasmito, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Epidemiolog Universitas Indonesia Iwan Ariawan, Ekonom Universitas Indonesia Faisal H. Basri dan Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari.
Kembali ke Suhariyanto, ia mengatakan ada beberapa kendala yang dihadapi perusahan selama pandemi Covid-19 antara lain, 8 dari 10 perushaan, kehilangan pelanggan atau klien.
Sementara 6 dari setiap 10 perusahaan menghadapi kendala akibat rekan bisnis mereka terdampak sangat buruk atau tidak bisa beroperasi secara normal, baik di skala UMK maupun UMB. Kemudian sekitar 53,17 persen UMB dan 62,21 persen UMK menghadapi kendala keuangan terkait pegawai dan operasional.
“55 persen pelaku usaha mengaku tidak tahu berapa lama perusahaan bisa bertahan dengan kondisi saat ini bila tidak ada perubahan operasi dan bantuan. Sementara sebanyak 26 persen pelaku usaha masih yakin mampu bertahan dengan kondisi saat ini selama lebih dari tiga bulan meskipun tidak ada perubahan operasi dan bantuan, dan 19 persen pelaku usaha mengaku dapat bertahan dengan kondisi saat ini maksimum selama tiga bulan sejak Juli 2020, bila tidak ada perubahan operasi dan bantuan,” papar Suhariyanto.
Baca: BPS: Neraca Dagang RI Surplus 2,33 Miliar Dollar AS Pada Agustus 2020
Untuk UMK, bantuan yang paling dibutuhkan antara lain modal usaha (69,2 persen), keringanan tagihan listrik untuk usaha (41,18 persen), relaksasi atau penundaan pembayaran pinjaman (29,98 persen), kemudahan administrasi untuk pengajuan pinjaman (17,21 persen), dan penundaan pembayaran pajak (15,07 persen).
Sedangkan bantuan yang paling dibutuhkan UMB yaitu keringanan tagihan listrik untuk usaha (43,53 persen), relaksasi atau penundaan pembayaran pinjaman (40,32 persen), penundaan pembayaran pajak (39,61 persen), modal usaha (35,07 persen), kemudahan administrasi untuk pengajuan pinjaman (14,44 persen).
Di sisi lain, Suhariyanto mengatakan bahwa, pelaku usaha juga telah melakukan serangkaian adaptasi, yang salah satunya dengan mengurangi jam kerja sebagaimana dilakukan 30 persen UMK dan 47 persen UMB.
Sementara keputusan untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) cenderung merupakan langkah terakhir yang diambil oleh pelaku usaha, baik UMK maupun UMB.
“Adaptasi lainnya adalah melakukan diversifikasi usaha. Sebanyak 16 persen UMK dan 11 persen UMB cenderung melakukan diversifikasi usaha, termasuk penambahan produk dan penambahan lokasi usaha selama pandemi. Pelaku usaha juga melakukan adaptasi melalui pemasaran online,” jelasnya.
Suhariyanto menekankan bahwa 69,02 persen pelaku usaha mikro kecil (UMK) membutuhkan bantuan modal usaha.
Bantuan bentuk lain yang dibutuhkan adalah keringanan tagihan listrik untuk usaha atau sebesar 41,18 persen, lalu relaksasi/penundaan pembayaran pinjaman sebesar 29,98 persen, kemudahan administrasi untuk pengajuan pinjaman sebesar 17,21 persen dan penundaan pembayaran pajak sebesar 15,07 persen.

Selain UMK, 43,53 persen UMB juga berharap adanya keringanan tagihan listrik untuk usaha, 40,32 persen membutuhkan relaksasi/penundaan pembayaran pinjaman, 39,61 persen membutuhkan penundaan pembayaran pajak, 35 persen bantuan modal usaha dan 14,44 perseb kemudahan administrasi untuk pengajuan pinjaman.
Suhariyanto mengatakan bahwa bentuk bantuan yang dibutuhkan pelaku UMK dan UMB adalah sama hanya dari tingkat kepentingannya yang berbeda.
"Jadi kalau kita perhatikan bahwa bantuan yang dibutuhkan itu hampir sama, tapi tingkat kepentingannya sangat berbeda antara UMK dan UMB. Dan ini menjadi perhatian penting ketika pemerintah akan merancang program, supaya program tersebut sesuai dengan bantuan yang diharapkan masing-masing pelaku usaha," terang Suhariyanto.
Di akhir diskusi, bila diskusi dalam webinar nasional pertama ditutup oleh Menko Polhukam Mahfud MD, maka di webinar nasional kedua ini acara dittuto oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Kemudian acara berakhir dengan nyanyian dari artis ibukota Edo Kondologit.