Virus Corona
Vaksin Hanya Bertahan 6 Bulan, Vaksinasi Massal Harus Serentak untuk Mencegah Penularan Lanjutan
Vaksin Covid-19 tidak memberikan efek permanen akan kebal selamanya. Kekuatan imunitas itu ada keterbatasan waktu.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyebutkan, vaksin covid-19 tidak bersifat permanen dan hanya bertahan enam bulan.
Ketua Umum Pengurus Besar IDI Daeng Faqih memprediksi, bahwa vaksin Covid-19 hanya bertahan dalam jangka waktu enam bulan sejak disuntikkan ke dalam tubuh.
Maka dari itu menurut Daeng, vaksinasi massal yang akan dilakukan pemerintah harus serempak untuk mencegah adanya penularan lanjutan.
"Terkait vaksinasi ini, harus ada kerja sama dengan berbagai elemen masyarakat dan pemerintah agar berjalan lancar," ucap Daeng dalam konferensi pers virtual, Jumat (4/9/2020).
Vaksin ini, lanjut Daeng, tidak memberikan efek permanen akan kebal selamanya. Kekuatan imunitas itu ada keterbatasan waktu.
"Kami mengambil estimasi khasiat dari vaksin ini enam bulan, maka dari itu harus dilakukan secara serempak. Sehingga nanti dapat dievaluasi hasil dari vaksinasi ini dengan cepat," ujar Daeng.
Daeng menyebutkan, dalam pelaksanaan vaksinasi IDI sudah berdiskusi bahwa organisasi profesi seperti Persatuan Perawat Indonesia (PPNI) dan Ikatan Bidan akan ikut serta dalam program ini.
"Kami akan konsolidasi dan membantu Satgas Covid-19, untuk proses penyuntikan vaksin di lapangan," kata Daeng.
Pemerintah akan menyiapkan dua skema vaksin Covid-19, yaitu gratis dan mandiri untuk masyarakat.
Vaksin gratis akan diberikan kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan dan tidak mampu membayar.
Baca: Bamsoet Dorong Pemerintah Gerak Cepat Amankan Bahan Baku Vaksin Corona
Sementara untuk vaksin mandiri, akan dikenakan biaya untuk masyarakat yang masuk dalam kategori mampu.
Harga vaksin itu menurut Ketua Komite Pelaksana Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Erick Thohir, akan beragam dan tergantung penjual yang memasarkan.
"Harga vaksin Covid-19 mandiri ini, tidak ada campur tangan pemerintah dan yang menentukan adalah penjualnya," ucap Erick.
Dinamika harga vaksin, menurut Erick, sangat beragam dan tergantung penjual. Harga dapat beragam karena mungkin cara mendapatkan, dan risetnya berbeda masing-masing pengembang.
Meskipun terdapat perbedaan harga, Erick memastikan, vaksin yang diproduksi memiliki kualitas yang hampir mirip.
"Sebab, seluruh vaksin yang akan disuntikkan kepada pasien sudah pasti melalui uji klinis tahap III dan kualitasnya pasti sama," kata Erick.
Ia menambahkan, saat ini Indonesia juga sedang berupaya menciptakan vaksin sendiri, yang harganya juga bisa bersaing dengan negara lain.
Terpisah, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan Indonesia akan mendapatkan bagian dari distribusi miliaran vaksin Covid-19 yang dilakukan oleh Coalition for Epidemic Preparedness (CEPI).
Baca: Diberikan Awal 2021, Vaksin Corona Gratis untuk Peserta BPJS Kesehatan, Tapi . . .
"Dengan CEPI, pokok bahasan adalah mematangkan kemungkinan kerja sama yang dapat dilakukan CEPI dengan Bio Farma dalam bidang manufacturing vaksin," ujar Retno.
"Khusus mengenai kerja sama CEPI - Bio Farma, Bio Farma sudah masuk dalam shortlist, yang berarti memiliki peluang lebih besar untuk melakukan kerja sama dengan CEPI di bidang manufacturing vaksin atau disebut shortlist potential drug product manufacturers for CEPI's COVID-19 vaccine," lanjut Retno.
Lebih lanjut, Retno mengatakan CEPI akan melakukan due diligence atau uji kelayakan mulai 14 September hingga akhir September mendatang.
"(Ini dilakukan) untuk memastikan langkah berikutnya. Kita akan mempersiapkan due diligence ini sebaik mungkin sehingga hasilnya akan baik," ujar Menlu. (tribun network/har/ras/wly)