Virus Corona
Kemenristek Sebut Profesor Bukan Gelar, tetapi Jabatan Akademik
profesor bukanlah gelar, melainkan jabatan akademik tertinggi. Sehingga, untuk mencapai itu, harus melewati proses panjang yang sifatnya akademis
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Riset dan Teknologi menilai bahwa profesor bukanlah gelar, melainkan jabatan akademik tertinggi. Sehingga, untuk mencapai itu, harus melewati proses panjang yang sifatnya akademis.
"Kalau gelar itu bisa diberi, tapi ini (profesor) enggak," kata Ketua Konsorsium Riset dan Teknologi Covid-19 Kemenristek/BRIN, Prof Ali Ghufron dalam dialog publik di graha BNPB, Kamis (6/8/2020).
Ghufron menjelaskan bahwa di Indonesia banyak orang yang kepengin mendapatkan gelar profesor. Bahkan, dirinya sempat mendapatkan guyonan terkait profesor dan gelar.
"Sehingga profesor di Indonesia ini, sampai guyonannya kalau meninggal pun harus ditulis. Kalau tidak ditulis, mohon maaf ini akan protes dan hidup lagi," kata Ghufron.
Ghufron pun membandingkan jabatan profesor di luar negeri yang biasanya berbasis kontrak. Jika masih ada tugas fungsi pokok sebagai dosen, masih menjabat profesor, begitu juga sebaliknya.
Namun, Indonesia tidak menganut pandangan tersebut.
Baca: Ramuan Hadi Pranoto Ternyata Bukan Terdaftar sebagai Obat, PB IDI : Ada Bedanya Sama Temulawak
"Sebetulnya profesor itu harus mendidik. Tri Dharma perguruan tinggi harus dijalankan, termasuk track recordnya, dan juga publikasi ilmiah. Kalau bukan dosen, ya peneliti," pungkasnya.
Seperti diketahui, belakangan ini ramai diberitakan soal video musisis Anji dengan Hadi Pranoto yang mengklaim menemukan obat Covid-19.
Dalam video yang kini sudah dihapus pihak Youtube itu, Anji kerap memanggil Hadi dengan sebutan profesor hingga dokter.
Identitas Hadi Pranoto sedang banyak dicari setelah berbagai pernyataannya tentang covid-19 saat wawancara di youtube Anji menghebohkan masyarakat, pemerintah dan praktisi kesehatan.
Tribunnews.com pun mencoba menanyakan langsung mengenai riwayat pendidikamya, namun Hadi tidak mau membuka pendidikannya karena takut menimbulkan polemik.
"Saya tidak mau bicara biografi saya karena akan menjadi polemik lagi, jadi saya tekankan dengan hasil penelitian saja," ucap Hadi melalui sambungan telepon, Senin (3/8/2020).
Hadi juga mengungkapkan kalau dia tidak ada kaitannya dengan profesi dokter karena pekerjaanya hanya melakukan penelitian saja, tidak praktik bertemu pasien.
"Yang membedakan saya dengan dokter lain, saya tidak ada kaitannya dengan dokter, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan yang membedakan saya melakukan penelitian, bukan melakukan kegiatan praktik," ungkap Hadi.
Kemudian, Hadi dan teman-temannya juga tidak membentuk lembaga atau ikatan profesional lainnnya dalam menemukan obat Covid-19.
Hadi mengatakan ia dan tim kecilnya bisa disebut sebagai tim Laboratoriun Antibody Covid-19 saja.
"Sebut saja kita dari laboratorium antibody Covid-19, karena kita lagi konsen masalah kemanusiaan terkait covid-19 ini," kata Hadi.
Bersama dengan timnya tersebut, Hadi mengklaim telah melakukan penelitian terkait sejak tahun 2000, dan ketika ada Covid-19 mereka langsung mencoba membuat obat herbal yang bisa menangkal dan menyembuhkan.
"Kegiatan kecil ini dari tahun 2000 kemudian pas meledak Covid-19 ini kita ambil sampling virusnya, kita samakan genetiknya dan kita cari formula paling bagus dan tepat untuk membunuh Covid-19," ucap Hadi.
"Untuk melemahkan dan juga membunuh Covid-19 kita combain dengan bakteri biologi tanah itu sangat efektif makanya kita jadikan herbal, kita kasih media, sehingga bisa membantu badan menguatkan antibodi kita untuk melawan virus," kata Hadi.