Oxfam: Kelaparan Akibat Pandemi Membunuh Lebih Banyak Orang Dibanding Virusnya Sendiri
Sebuah badan amal Oxfam menyampaikan dampak dari pandemi Covid-19 akan membunuh lebih banyak orang kelaparan dibanding virusnya sendiri.
TRIBUNNEWS.COM - Kelaparan akibat dampak dari Covid-19, lebih banyak membunuh orang dibanding virusnya sendiri.
Hal itu disampaikan oleh badan amal dari Oxford yang berfokus pada pembangunan penanggulangan bencana dan advokasi, Oxfam.
Pihaknya mengatakan, sekitar 122 juta orang sedang didorong ke ambang kelaparan di tahun ini.
Hal itu disebabkan menurunnya bantuan, pengangguran massal, dan gangguan pada produksi dan pasokan makanan.
Skenario buruk itu diuraikan dalam sebuah laporan, The Hunger Virus, yang mengatakan sebanyak 12.000 orang bisa meninggal akibat kelaparan per harinya.

Baca: Sistem Pangan Rapuh, Dunia Hadapi Risiko Kelaparan di Tengah Wabah Corona
Oxfam mengatakan, hal ini lebih dari puncak kematian global akibat Covid-19, 10.000 per hari, pada bulan April lalu.
Ada 10 titik kelaparan yang disorot dalam laporan itu.
Di antaranya yang terparah terjadi di Afghanistan, Suriah, dan Sudan Selatan.
Di Afghanistan misalnya, satu juta lebih orang dikatakan tengah didorong ke ambang kelaparan.
Hal itu meningkat dari 2,5 juta pada September 2019 menjadi 3,5 juta pada Mei 2020.
Oxfam mengatakan pihaknya akan membuka perbatasan untuk memberi pasokan makanan.

Baca: Pemerintah Siapkan New Normal, Ngabalin: Presiden Tidak Mau Rakyatnya Terpapar Corona dan Kelaparan
Sedangkan penurunan ekonomi di Iran menyebabkan sulitnya melakukan remitansi atau transfer uang yang dilakukan pekerja asing ke penerima di negara asalnya.
Pihaknya juga mengatakan negara-negara berpenghasilan menengah seperti India, Brasil, dan Afrika Selatan menjadi pusat dari kelaparan.
Pasalnya, jutaan orang mengalami perubahan hidup drastis akibat dampak sosial dan ekonomi dari pandemi.
Badan amal itu juga mengklaim sebanyak $ 18 miliar (Rp 259 triliun) telah dibayarkan kepada pemegang saham oleh delapan perusahaan makanan dan minuman terbesar tahun ini.
Jumlah tersebut mencapai lebih dari 10 kali dana yang dibutuhkan untuk bantuan pangan dan pertanian.

Baca: Memprioritaskan Pertanian untuk Cegah Kelaparan di Tengah Pandemi
Terlebih untuk komunitas yang paling rentan dalam menangani COVID-19 menurut PBB.
"Dampak lain akibat COVID-19 jauh lebih luas daripada virus itu sendiri."
"Seperti mendorong jutaan orang termiskin di dunia masuk lebih dalam ke jurang kelaparan dan kemiskinan," ujar Danny Sriskandarajah, kepala eksekutif Oxfam, dikutip dari Sky News.
Dia mengatakan pemerintah dapat menyelamatkan nyawa dengan mendanai penanganan COVID-19.
Pihaknya juga mendukung seruan gencatan senjata global untuk mengakhiri konflik guna mengatasi pandemi ini.

Baca: Bahas Nasib Warga Miskin selama Pandemi, Pakar: Nanti Tidak Mati karena Corona, tapi Kelaparan
"Inggris dapat membuat perbedaan nyata dengan memperjuangkan pembatalan utang pada pertemuan menteri keuangan G20 minggu depan."
"Hal itu untuk membayar langkah-langkah perlindungan sosial seperti hibah tunai untuk membantu orang bertahan hidup," tambahnya.
Adapun, seorang jurnalis bernama John Sparks mengatakan puluhan juta orang di Afrika Selatan telah tersiksa akibat pandemi.
Mereka yang berjuang untuk memberi makan keluarga mereka, sekarang terlibat dalam "pertempuran sengit untuk bertahan hidup" di tengah kehilangan pekerjaan yang meluas.
"Rasa sakit itu terasa di seluruh jutaan imigran dari negara-negara seperti Zimbabwe, Mozambik dan Malawi."
"Mereka berjuang untuk memberi makan diri mereka di Afrika Selatan dan gagal mengirim remitansi kepada orang-orang yang mereka cintai di rumah," jelasnya.
(Tribunnews.com/Maliana)