Virus Corona
BREAKING NEWS Update Corona Indonesia 21 Juni: Tambah 862 Kasus Baru, Total 45.891 Kasus Positif
Berikut update corona di Indonesia per Minggu, 21 Juni 2020, berdasarkan rilis Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto.
TRIBUNNEWS.COM - Jumlah kasus positif corona di Indonesia bertambah 862 pasien per Minggu (21/6/2020).
Sehingga, total kasus virus corona di Indonesia menjadi 45.891 pasien.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto menyampaikan, kasus tertinggi ada di DKI Jakarta.
"Kami pantau pelaksanaan car free day, masyarakat masih lupa jika physical distancing itu penting," ujarnya, dikutip dari siaran langsung YouTube BNPB Indonesia, Minggu.
Adapun jumlah pasien yang sembuh menjadi 18.404 di seluruh Indonesia.
Sementara, total ada 2.465 orang yang dinyatakan meninggal dunia.
Lalu, pasien dalam pengawasan (PDP) berjumlah 13.225 pasien.
Orang dalam pemantauan (ODP) berjumlah 56.436 orang.
Baca: 9 Tips Aman Gowes di Jalanan Kota saat Pandemi Virus Corona
Penjelasan Soal Rapid Test
Rapid Test atau tes cepat, merupakan langkah awal identifikasi apakah seseorang sedang terinfeksi virus, termasuk SARS-CoV-2 penyebab Covid-19, menggunakan antibodi yang diambil dari sampel darah.
Tes cepat rapid test hanya dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih menggunakan standar operasional yang diyakini oleh para ahli tenaga medis dan tidak berbahaya.
Pelaksanaannya justru akan membantu seseorang, orang lain, dan pemerintah untuk melakukan penelusuran kontak dengan carrier atau orang yang terkonfirmasi positif Covid-19.
Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Dokter Reisa Broto Asmoro mengatakan, menjalani rapid test antibodi juga bukan berarti dikarantina.
Seseorang yang dirapid test masih dapat beraktivitas dengan menjalankan protokol kesehatan, selama hasilnya negatif atau non-reaktif.
"Menjalani rapid test, tidak sama dengan dikarantina," ujarnya, Sabtu (20/6/2020), dikutip dari Covid19.go.id.
"Jangan takut untuk beraktivitas selama menjalankan protokol kesehatan, apabila hasil rapid test tidak reaktif," imbuh dokter Reisa.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, prinsip rapid test atau tes cepat yang disebut sebagai Rapid Diagnosis Test, sebenarnya ditujukan kepada orang yang pernah melakukan kontak erat dengan pasien positif.
Adapun rapid test yang dilakukan oleh pemerintah tetap menargetkan orang-orang yang berisiko tinggi.
Tenaga kesehatan diseluruh Indonesia melakukan pelacakan terhadap orang-orang yang melakukan kontak dengan orang yang terkonfirmasi positif.
Baca: Nekat Gelar Pesta Pernikahan, Satu per Satu Keluarga Positif Corona, Ibu Meninggal dan Ayah Kritis

Menurut dokter Reisa, rapid test berpotensi dilakukan di tempat keramaian atau kerumunan apabila memang diperlukan.
"Jadi, apabila lokasi tersebut diduga berkaitan dengan ditemukannya kasus positif, maka tes masif dilakukan berdasarkan penyelidikan epidemiologi," jelasnya.
Sedangkan, rapid test secara massal yang sering dilakukan di beberapa tempat keramaian, seperti pabrik, pasar dan perkantoran, adalah dengan tujuan menapis atau skrining awal.
"Ini meminimalisir kalau ada orang yang membawa virus, tapi tidak sakit, dan kemudian berpergian secara bebas," jelasnya.
Dalam hal ini, carrier atau orang yang membawa virus akan membahayakan anggota masyarakat lainnya, terutama bagi yang rentan seperti balita, orang tua atau lansia, dan mereka yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid.
"Ini berarti, rapid test membantu kita menemukan orang yang harus dirawat, agar segera sembuh, dan tidak malah menimbulkan komplikasi, dan membantu mengetahui jumlah orang yang membawa virus, tapi tetap sehat," terang dia.
"Mereka harus melindungi orang lain, jangan sampai kalau tidak ditanggulangi, maka bisa menulari orang lain."
"Orang seperti ini, bisa diisolasi mandiri di rumah, atau fasilitas lain," imbuh Reisa.
(Tribunnews.com/Nuryanti)