Selasa, 30 September 2025

Virus Corona

IBS Soroti Peran BPR untuk Naikkan Kapasitas UMKM Pasca Pandemi

Mereka juga kesulitan memenuhi kebutuhan operasional produksi karena omset yang didapat tidak sesuai harapan

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Eko Sutriyanto
capture zoom
Seminar webinar "Peran Industri Jasa Keuangan Terutama BPR Dalam Rangka Meningkatkan Kapasitas UMKM Pasca Pandemi Covid-19" yang diselenggarakan STIE Indonesia Banking School (IBS) melalui aplikasi zoom, Kamis (11 Juni 2020). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Choirul Arifin 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Saat ini banyak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terpaksa harus gulung tikar karena terdampak pandemi virus corona Covid-19.

UMKM menjadi sektor paling rentan terkena hantaman karena aktivitas kegiatan di masa pandemi berkurang sehingga pendapatan para pelaku UMKM jadi ikut merosot.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan sejumlah lembaga dan Kementerian UMKM, wabah virus Corona memberikan dampak besar terhadap keberlangsungan UMKM, sekitar 47 persen usaha UMKM di tanah air harus menutup usahanya akibat terdampak pandemi virus corona atau Covid-19.

Dalam seminar webinar bertajuk Peran Industri Jasa Keuangan Terutama BPR Dalam Rangka Meningkatkan Kapasitas UMKM Pasca Pandemi Covid-19 yang diselenggarakan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Indonesia Banking School (IBS) melalui aplikasi zoom, Kamis (11 Juni 2020) terungkap, kebanyakan UMKM tersebut kesulitan menyeimbangkan arus kas.

Mereka juga kesulitan memenuhi kebutuhan operasional produksi karena omset yang didapat tidak sesuai harapan.

Di webinar juga terungkap, UMKM juga sulit mengatur modal dan gaji karyawan karena kurangnya pemasukan akibatnya UMKM mengambil langkah merumahkan tenaga kerjanya.

Baca: Pulihkan Perekonomian Indonesia Lewat UMKM, Ini 5 Keunggulan GrabMerchant

Selain itu, banyak juga pelaku UMKM yang terkendala dari sisi supply karena terganggunya distribusi selama masa pandemi Covid-19. Pelemahan dari sisi permintaan semakin menekan keberlangsungan UMKM dalam negeri.

Perlu waktu yang tidak sebentar untuk bisa membangkitkan kembali modal usaha bagi UMKM.

“Perlu dikembangkan formula yang lebih mendorong UMKM mengembangkan diversifikasi usaha dan produk daripada mengembangkan skala usaha UMKM yang beresiko menghadapkan pelaku UMKM pada pelaku usaha yang lebih besar/kuat,” kata Bagong Suyanto, salah satu pembicara dalam webinar IBS.

Bagong juga menyebut, UMKM memang memiliki kelebihan daya lentur yang fleksibel dan kenyal. Pengalaman di masa krismon 1998 jelas bisa menjadi acuan.

“Untuk memastikan nasib UMKM ke depan yang dibutuhkan adalah perlindungan yang dikombinasikan dengan pemberdayaan, peningkatan posisi tawar UMKM dalam pembagian margin keuntungan,” paparnya.

Bagong menjelaskan, untuk jangka pendek memang yang bisa kita lakukan hanyalah membantu agar UMKM mampu bertahan/tidak kolaps.

Baca: #TetapProduktif, UMeetMe Punya Kelas Online dari Bisnis hingga Memasak!

Tapi untuk jangka menengah perlu didorong agar UMKM mampu bertahan hidup melalui upaya memberdayakan dan mendorong diversifikasi usaha atau produk UMKM. Karena dana bukan satu-satunya yang utama sebagai keberlangsungan UMKM.

Pembicara lainnya, Joko Suyanto, SE, MM, Ketua Dewan Sertifikasi dan Ketua Umum DPP Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) menyebutkan, keberpihakan kepada UMKM dalam masa pandemi Covid 19 harus menjadi prioritas bagi Pemerintah dan Otoritas Keuangan (OJK).

“Bank membuat strategi pasca relaksasi Covid 19 sehingga kinerja dan likuiditas tetap terjaga. Dalam upaya menjaga kesehatan likuiditas Bank, Pemerintah
bersama seluruh stakeholders harus menjaga kepercayaan publik agar tidak panik,” tandasnya.

Ketua IBS Dr. Kusumaningtuti Sandriharmy Soetiono, S.H., LL.M di kesempatan sama mengatakan, salah satu cara untuk membangkitkan kembali geliat UMKM, adalah memberikan aliran dana kepada pengusaha UMKM agar mereka bisa bertahan.

Karena itulah dibutuhkan dukungan modal dari industri jasa keuangan untuk menyuntikan modal sehingga bisa bangkit kembali dan memutar penghasilannya sebagai modal bagi produk lain yang sudah habis.

Baca: Patung Christopher Columbus Jadi Sasaran Vandalisme Pengunjuk Rasa Antirasisme di Amerika Serikat

"Pemerintah memang sudah berusaha keras mengatasi dan merencanakan berbagai kebijakan untuk mendukung UMKM, seperti restrukturisasi kredit, peningkatan porsi Kredit Usaha Rakyat (KUR), relaksasi pajak, hingga pelayanan terkait ekspor-impor," ungkap Kusumaningtuti.

"Yang dibutuhkan saat ini adalah tentunya dukungan modal dari industri jasa keuangan agar UMKM ini dapat bertahan dan melewati masa pandemi ini," lanjutnya.

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dinilai sangat potensial untuk mengalirkan dana. Tercatat pelayanan kredit BPR kepada masyarakat termasuk UMKM sekitar Rp92,5 triliun atau tumbuh 8,3% per tahun.

Dari sisi operasional, BOPO BPR yang cukup baik, yaitu sekitar 80% dengan NPL 3,58% dan tingkat profitabilitas atau ROA pada kisaran 2,48%.

“Begitu strategis peran BPR sebagai pendukung keuangan (financial support) bagi bisnis UMKM yang mewarnai perekonomian Indonesia. Sehingga perlu mendapat perhatian oleh pemerintah otoritas terkait yaitu BI, OJK dan LPS untuk menjadikan peran BPR semakin berdaya guna dalam pengembangan UMKM sebagai soko guru ekonomi kerakyatan dan upaya pengentasan kemiskinan di negara ini,” jelasnya.

Meski demikian, Kusumaningtuti juga mengakui, dengan adanya pandemi Covid-19, BPR ikut terdampak dan kapasitas pelayanan kepada UMKM semakin menurun.

“Maka itu, perlu diketahui secara lebih jelas bagaimana kondisi yang sebenarnya pada industri BPR dan UMKM ini serta bagaimana prospeknya ke depan setelah pandemi Covid-19 ini berlalu,” jelasnya.

Drs. Kaman Siboro, MBA , Komisaris Utama BPR Universal di webinar ini menjelaskan, BPR saat ini ikut terdampak Covid-19. Terjadi penurunan kredit, bahkan banyak UMKM yang terhambat dalam pembayaran.

Baca: Pertamina Bantu Pengembangan Sektor UMKM Lewat Program Kemitraan

Dalam menangani Penurunan Kualitas Kredit, BPR harus epat tanggap memahami situasi dan memberikan solusi. Selain itu, diperlukan pula komunikasi dan negosiasi intense baik terhadap petugas kredit maupun kepada nasabah dengan pendekatan emosional dan spiritual, dengan cara a.l. restrukturisasi covid C19 (POJK 11/POJK.03/2020).

“Melakukan klarifikasi dampak pandemi terhadap debitur atas usahanya a.l. omset, pendapatan, biaya dan laba/rugi, untuk mengukur kemampuan bayar dan potensi kedepan, sebagai dasar menentukan jenis relaksasi yg akan diberikan BPR Universal Execution,” jelasnya.

Untuk itu, STIE IBS sebagai perguruan tinggi yang memfokuskan di bidang studi Manajemen, Akuntansi dan Manajemen Keuangan dan Perbankan Syariah dengan cakupan kompetensi khusus di bidang keuangan berbasis digital, menggelar seminar ini untuk mendapatkan pemahaman bagaimana strategi penanganan yang harus dilakukan, baik dari sisi akademik, kebijakan otoritas terkait dan strategi komunitas industri BPR serta dari praktisi BPR dalam upaya pemulihan bisnis ke depan.

“Pada gilirannya diharapkan mampu meningkatkan kualitas Tridarma Perguruan Tinggi sebagai amanah institusional bagi STIE IBS,” tandasnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved