Virus Corona
Carut Marut Penyaluran Bansos: Jutaan KK 'Ngaco', Paket Ditarik, hingga Tas Jinjing Bikin Terhambat
Penyaluran bantuan sosial (bansos) di masa pandemi virus corona covid-19 tidak berjalan sesuai harapan. Mulai KK invalid hingga soal tas jinjing.
TRIBUNNEWS.COM - Penyaluran jaring pengaman sosial atau bantuan sosial (bansos) guna meringankan rakyat yang membutuhkan di masa pandemi virus corona tidak berjalan sesuai harapan.
Banyak kendala dalam pengaplikasian penyaluran bansos di lapangan membuat terhambatnya panopang kebutuhan masyarakat yang terdampak Covid-19.
Data penerima bansos menjadi yang paling bermasalah.
Masih banyak rakyat miskin maupun rentan miskin yang luput dari pendataan penerima bansos.
Alhasil, pemerintah harus bekerja dua kali dengan menarik bansos dan melakukan pendataan ulang.
Tidak hanya soal data, pemerintah bahkan mengakui sempat mengalami kendala dalam penyaluran bansos gara-gara tas jinjing pengemas bansos.
Berikut beberpa kendala yang terjadi dalam penyaluran bansos di masyarakat.
Baca: Jika PSBB Jakarta Sudah Mulai Membuahkan Hasil, Ada Harapan Pertumbuhan Ekonomi Membaik

Data Ngaco di Jawa Barat
Di Provinsi Jawa Barat terjadi beragam persoalan dalam penyaluran bansos.
Gubernur Ridwan Kamil menyebut persoalan yang ada antara lain waktu datangnya bansos dan data yang tidak akurat.
"Dinamika Bansos, terdapat 1,7 juta data KK yang diinput ternyata invalid alias ngaco. Masalah utama tentang bantuan yang belum datang, terdapat di data yang diajukan dari daerah banyak yang bermasalah," ujar Emil melalui instagram pribadinya, Rabu (29/4/2020) dilansir Kompas.com.
Gubernur yang akrab disapa Kang Emil pun secara tegas meminta perangkat daerah untuk introspeksi.
"Jadi sebelum ada aparat di daerah yang marah-marah, silakan instrospeksi kenapa semangat mengisi nama warganya namun masih banyak tanpa alamat domisili atau nomor KTP atau NIK nya tidak ada," kata dia.

Baca: PSBB di Bandung Raya Mulai 22 April, Ridwan Kamil: Tidak Ada Hari tanpa Razia
Kang Emil juga menemukan adanya lompatan jumlah penerima bantuan dari 9 juta jiwa sebelum Covid-19, menjadi 38 juta jiwa setelah covid-19.
Adapun 63 persen warga kelas menengah jatuh pada garis rawan miskin.
"Terlampir, data terakhir per 28 April 2020 terdapat 9,4 juta KK yang dengan kerumitannya harus dibagi ke dalam 9 pintu bantuan. Itulah kenapa provinsi Jawa Barat yang bertanggung jawab di 2 pintu dari 9 pintu bantuan, memilih turun duluan dari tanggal 15 April 2020 kepada yang warga datanya sudah bersih dan clear," tutur Emil.
Adapun tujuh pintu bantuan lainnya merupakan kewenangan dari pemerintah pusat, pemerintah kota kabupaten, bantuan Kementrian Soial dan Kementrian Desa.
Pemkot Jakarta Timur Tarik Ratusan Bansos
Sementara itu di Jakarta, Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Timur menarik ratusan paket bansos berupa sembako yang akan disalurkan ke warga terdampak pandemi covid-19.
Hal ini dilakukan Pemkot Jaktim diduga karena ratusan bansos tersebut salah sasaran.
Dilansir Kompas.com, Wali Kota Jakarta Timur M Anwar mengatakan pihaknya akan merevisi data penerima bantuan sosial.

Sebab, sebelumnya penyaluran bansos masih belum merata dan masih ditemukan ada warga mampu yang terdaftar menerima bansos.
"Saya sebagai aparatur tidak memberikan (bantuan kepada warga mampu), saya tahan. Kurang lebih ada 874 paket yang saya tahan dan akan dikembalikan, dan kita akan revisi datanya," kata Anwar dalam keterangannya, Rabu (29/4/2020).
Anwar juga menegaskan para warga yang berhak menerima bansos merupakan warga yang kurang mampu.
Ia pun memberikan imbauan kepada warga yang merasa kurang mampu dalam hal perekonomian karena dampak pandemi Covid-19 agar segera melapor pihak RT dan RW agar terdata sebagai penerima bansos.
"(Warga kurang mampu) Segera mendaftar ke kelurahan atau RT/RW-nya supaya (pembagian bansos) yang berikutnya mereka kebagian dan terdata," ujar Anwar.
Baca: Komisi VIII DPR Minta Pemerintah Mutakhirkan Data Penerima Bansos
Tas Jinjing Bikin Bansos Tersendat
Selain data, penyaluran bansos juga terganjal beberapa faktor lain, termasuk kemasan tas jinjing.
Hal ini diungkap Menteri Sosial Juliari Batubara.
Juliara menyebut meski paket sembako sudah tersedia, namun terjadi keterlambatan dalam produksi tas jinjing yang digunakan untuk mengemas sembako.
"Awalnya iya (sempat tersendat) karena ternyata pemasok-pemasok (tas) sebelumnya kesulitan bahan baku yang harus impor," kata Juliari kepada wartawan, Rabu (29/4/2020) dilansir Kompas.com.
Untuk diketahui, tas tersebut berwarna merah putih bertuliskan "Bantuan Presiden RI Bersama Lawan Covid-19".

Terdapat pula panduan singkat untuk menghadapi virus corona seperti menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun, menghindari kontak fisik, hingga larangan mudik.
Adapaun di bagian atas terdapat logo Presiden Republik Indonesia.
Sedangkan di bagian bawah terdapat logo Kemensos.
Meski produksi tas kemasan tersebut sempat mengalami keterlambatan, Juliari menyebut saat ini sudah tak ada masalah.
Pemerintah bahkan sudah menambah perusahaan yang memproduksi tas tersebut.
"Sekarang supply kantong sudah lancar. Dan sebagai info, Sritex kami ajak kerja sama tidak dari awal. Mereka baru supply kantong sejak hari Rabu lalu," kata Juliari.
Paket bansos berupa sembako merupakan bantuan pemerintah pusat untuk mengantisipasi dampak ekonomi dari pandemi covid-19.
Paket sembako dibagikan kepada 1,2 juta keluarga di DKI Jakarta dan 600 ribu keluarga di Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.
Paket sembako dengan indeks senilai Rp 600 ribu per bulan tersebut akan digulirkan selama tiga bulan ke depan.
(Tribunnews.com/Wahyu Gilang P) (Kompas.com/Dendi Ramdhani/Dean Pahrevi/Ihsanuddin)