Virus Corona
Kabar Baik, Ahli Pernapasan China Menyebut Wabah Corona Bisa Dikendalikan pada Akhir April
Seorang ahli pernapasan China, Zhong Nanshan, mengatakan jika pandemi global Covid-19 bisa terkendali pada akhir bulan April.
TRIBUNNEWS.COM - Seorang ahli pernapasan China, Zhong Nanshan, mengatakan jika pandemi global Covid-19 bisa terkendali pada akhir bulan April.
Tetapi ia tidak memastikan apakah akan ada wabah coronavirus yang baru, setelah wabah Covid-19 bisa dikendalikan.
"Karena setiap negara mengambil langkah-langkah agresif dan efektif, saya percaya pandemi dapat dikendalikan."
"Perkiraan saya sekitar akhir April," ujar Zhong Nanshan, dalam sebuah wawancara dengan siaran Televisi Shenzhen, Rabu (2/4/2020) malam, melansir melalui South China Morning Post.
Zhong yang juga menjadi kepala tim ahli China dalam mengelola wabah, mengaku khawatir dengan virus lain yang bisa saja datang setelah pandemi global Covid-19 dikendalikan.

Baca: Janji Bagikan 2 Masker untuk Setiap Alamat, PM Jepang Shinzo Abe Dikritik
"Setelah akhir April, tidak ada yang menjamin secara pasti apakah akan ada wabah virus lain pada musim semi mendatang."
"Atau virus itu akan menghilang karena cuaca yang lebih hangat, meskipun aktivitas virus pasti akan berkurang pada suhu yang lebih tinggi," katanya.
Zhong tidak mengatakan bagaimana dia bisa 'meramalnya', tetapi para ahli lain di dunia telah mengatakan urutan waktu yang sama.
Hal itu berdasarkan perkembangan terbaru di Amerika Serikat dan Eropa, yang merupakan pusat krisis wabah Covid-19 saat ini.
Di sisi lain, Mike Ryan, direktur program kedaruratan kesehatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mengatakan, ada tanda-tanda wabah corona akan stabil di Eropa.
Sebab, ia mengaku, lockdown yang diberlakukan bulan lalu di berbagai negara, mulai membuahkan hasil.

Baca: Pemprov DKI Terima Bantuan Senilai Rp10 Miliar dan 100 Ribu Alat Rapid Test
Di AS sendiri, Institut Metrik dan Evaluasi Kesehatan dari Universitas Washington mengatakan rumah sakit akan cenderung menghadapi puncak pasien Covid-19 sekitar 20 April.
Hingga kini, mengutip catatan Universitas Johns Hopkins, Covid-19 sudah mewabah sebanyak 1 juta kasus di seluruh dunia.
Lebih dari 245.000 kasus berada di Amerika Serikat.
Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa mengatakan ada lebih dari 421.000 kasus di seluruh Uni Eropa dan Inggris.
Terlebih dengan jumlah kasus yang berada di Italia dan Spanyol, jika itu digabungkan.
Zhong mengatakan pemerintah di seluruh dunia harus bekerja sama untuk memerangi pandemi.
"Negara-negara, termasuk AS, telah mengadopsi langkah-langkah agresif dan efektif."
"Langkah paling primitif dan efektif adalah membuat orang tinggal di rumah," katanya.

Baca: Suaminya Positif Covid-19, Istri Diteror Warga dan Tak Boleh Keluar Rumah Meski Ada Hal Penting
Sebelumnya sempat diberitakan, sebuah studi oleh Imperial College London yang dirilis minggu ini memperkirakan 11 negara Eropa yang membuat kebijakan social distancing telah membantu mengurangi penyebaran virus corona dan mencegah kematian sebanyak 59.000 kasus.
Akhir-akhir ini masyarakat China mengalami kekhawatiran atas risiko pasien covid-19 tanpa gejala yang dapat menularkan hingga menjadi ancaman adanya gelombang kedua wabah corona.
Tetapi, Zhong memastikan, ia yakin prosedur pemantauan dan tindakan karantina yang sudah ada di negaranya akan cukup untuk mencegah jika adanya gelombang kedua infeksi.
Penggunaan tes antibodi (rapid test) selain tes swab pada orang yang telah di karantina 14 hari juga akan membantu tim medis untuk lebih mudah mengidentifikasi 'pembawa virus corona' tanpa gejala.

Komisi Kesehatan Nasional China mengatakan pada hari Rabu (2/4/2020), terdapat 1.075 pembawa asimptomatik (penderita tanpa gejala) yang saat ini sedang dalam pengawasan medis.
Lebih lanjut 1.863 kasus dikonfirmasi masih dirawat di rumah sakit, di mana 701 adalah kasus impor.
Dalam wawancaranya, Zhong juga berbicara tentang kemungkinan efek jangka panjang dari tertular Covid-19.
Bulan lalu, sebuah penelitian oleh Otoritas Rumah Sakit Hong Kong menemukan beberapa orang yang telah pulih dari penyakit tersebut mengalami penurunan fungsi paru-paru 20 hingga 30 persen, dan mengalami masalah seperti kekurangan napas ketika berjalan dengan cepat.
Zhong, mengatakan berdasarkan pengamatannya terhadap pasien Covid-19 dan mereka yang telah sembuh dari penyakit serupa (seperti Sars) akan memiliki kerusakan paru-paru (fibrosis paru) yang tidak bersifat jangka panjang.
"Kebanyakan orang-orang akan kembali sembuh 100 persen dalam waktu enam hingga 12 bulan," katanya.
(Tribunnews.com/Maliana)