Virus Corona
Penanganan Covid-19 Tingkat Daerah, Tegas Jokowi: Jangan Buat Acara Sendiri-sendiri
Presiden Joko Widodo menegaskan upaya penanganan COVID 19 tidak bisa dilakukan oleh pemerintah pusat tanpa bantuan pemerintah di daerah.
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo menegaskan upaya penanganan COVID 19 tidak bisa dilakukan oleh pemerintah pusat tanpa bantuan pemerintah di daerah.
Presiden yang akrab disapa Jokowi ini menyebut keduanya perlu bekerja secara kolaboratif, sehingga berada di rel yang sama.
"Jangan membuat acara sendiri-sendiri, sehingga kita dalam berpemerintahan dalam satu garis visi yang sama."
"Yang paling penting bagaimana kerja sama, antara pemerintah pusat hingga pemerintah daerah, dari paling atas presiden sampai nanti kepala desa," ujar Jokowi saat meninjau Rumah Sakit Darurat di Pulau Galang dikutip dari tyangan Breaking News Kompas TV Rabu (1/4/2020).
Jokowi juga menguraikan pentingnya peran desa untuk mengambil bagian dari upaya percepatan penanganan COVID-19 di Indonesia.
Mantan Wali Kota Solo ini meminta, pemerintahan desa dapat bekerja sama dengan baik sesuai kebijakan pemerintah pusat.
"ini penting sekali karena menyangkut orang mudik dan di desanya mestinya ada isolasi mandiri, kepala desanya bisa penyelenggaraan itu bisa untuk satu atau dua orang"
"Selain itu desa mampu menyiapkan jaring pengaman sosial, perlindungan sosial dan bantuan sosial bagi mereka"
"Intinya bekerja dari pujuk paling atas, hingga yang paling bawah," urai Jokowi.
Baca: Penuturan Keluarga Pasien Positif Corona yang Sembuh, Penyakit Ini Seperti Cacar
Dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga membeberkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar alias PSBB sudah sesuai dengan koridor hukum yang ada, utamanya undang undang kekarantinaan kesehatan.
"Kita Ini kan bekerja berdasarkan aturan undang - undang yang ada, kita bekerja juga sesuai amanat konstitusi, jadi pengangannya itu saja"
"Kalau ada undang - undang kekarantinaan kesehatan ya dipakai," lanjutnya.
Di sisi lain, Jokowi menilai saat ini belum ada pemerintah daerah yang melakukan tindakan diluar rel kebijakan pemerintah pusat.
Meskipun ada sejumlah daerah yang melakukan pembatasan - pembatasan tersebut, ia menganggap hal itu merupakan hal wajar.
"Sampai saat ini belum ada yang berbeda, saya harap tidak ada yang berbeda"
"Bahwa ada pembatasan sosial, ada pembatasan lalu lintas, saya kira itu pembatasan - pembatasan yang wajar, bahwa daerah ingin mengontrol daerah masing-masing," tandasnya.
Baca: 149 Kasus Baru dalam 24 Jam, Tren Pasien Terinfeksi Covid-19 di RI Kembali Naik
Jokowi Keluarkan Kebijakan PSBB

Sebelumnya, Jokowi menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat di Indonesia dalam pandemi covid-19 atau virus corona.
Hal ini disampaikan Jokowi dalam konferensi pers, Selasa (31/3/2020).
"Pemerintah telah menetapkan Covid-19 sebagai jenis penyakit dengan faktor risiko yang menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat."
"Dan oieh karenanya pemerintah telah menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat," ujar Jokowi dilansir siaran langsung Kompas TV.
Jokowi menyebut untuk mengatasi dampak wabah tersebut, ia telah memutuskan mengambil opsi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Baca: Pria Ini Pura-pura Meninggal Demi Menghindari Lockdown karena Virus Corona
"Sesuai undang-undang, PSBB ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang berkoordinasi dengan Gugus Tugas Covid-19 dan kepala daerah," ujarnya.
Baca: Dampak Covid-19, Verifikasi Pendaftaran Penerimaan Anggota Polri Tahun 2020 Dilakukan secara Online
Jokowi menyebut dasar hukum PSBB adalah UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
"Pemerintah juga sudah menerbitkan PP tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dan Keppres penetapan kedaruratan kesehatan masyarakat untuk melaksanakan amanat undang-undang tersebut," jelas Jokowi.
Jokowi pun meminta para kepala daerah agar patuh dengan peraturan ini.
"Dengan terbitnya PP ini semuanya jelas, para kepala daerah saya minta tidak membuat kebijakan sendiri-sendiri yang tidak terkoordinasi," ujarnya.
Jokowi menyebut, semua kebijakan di daerah harus sesuai dengan peraturan dan berada dalam koridor undang-undang, PP, serta Keppres tersebut.
"Polri juga dapat mengambil langkah-langkah penegakan hukum yang terukur agar PSBB dapat berlaku secara efektif," ujar Jokowi.
Baca: Apa Kata Ahli Kesehatan Dunia tentang Masker Non-medis?
Komentar pakar soal PSBB

Pakar Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Pandu Riono mengapresiasi kebijakan PSBB yang dikeluarkan Presiden Jokowi.
Meskipun demikian, menurut Pandu kebijakan PSBB yang diumumkan Presiden Jokowi Selasa (31/3/2020) sore kemarin di Istana Bogor sudah terlambat.
"Kebijakan saya salut sama pemerintah, karena mematuhi atau langsung mengimplementasikan dan mendeklarasikan bahwa Indonesia ini dalam status kedaruratan kesehatan masyarakat, walaupun terlambat," kata Pandu dalam Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Rabu (1/4/2020).
Pandu menilai langkah tersebut merupakan pilihan yang paling tepat untuk upaya pemerintah dalam menekan penyebaran virus corona baru (COVID-19) semakin meluas untuk saat ini.
"Itu menjadi pilihan tepat, tetapi harus benar - benar diimplementasikan dalam skala besar dan nasional," imbuhnya.
Bagi Pandu kebijakan PSBB masih kurang, menurutnya pemerintah perlu mengambil langkah lain mengingat kasus penularan sudah terjadi di hampir semua provinsi.
Ia meminta PSBB juga diterjemahkan sebagai kebijakan yang menyentuh segi kesehatan.
Bahkan Pandu menilai hukuman perlu diberikan kepada pihak-pihak pelanggar dari kebijakan PSBB tersebut.
Baca: Tanggapan NU Jika Ada Penolakan Jenazah Covid-19: Tidak Boleh Dihina dan Jangan Menolak Saudara Kita

"Yang belum diterjemahkan sebagai investasi kesehatan masyarakat di mana kita bisa mengidentifikasi orang yang sehat dan mana yang tidak
"Benar-benar pendekatan ini diterapkan dan harus dikawal, serta harus ada penaltinya," ujar Pandu.
Senada dengan Pandu, Analisis Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah kebijakan PSBB juga merupakan cara yang diharapkan masyarakat untuk keluar dari ancaman COVID-19 ini.
"Saya kira setuju dalam arti bahwa pilihan ini adalah harapan masyarakat," timpal Trubus.
Trubus memandang kebijakan lockdown tidak cocok diterapkan. Kemajemukan dan keberagaman yang dimiliki masyarakat Indonesia menjadi penghambat utama langkah tersebut.
"Saya kita pakek PSBB itu pilihan yang cukup dipikirkan secara matang,"
"Kalau pakek karantina, masyarakat tidak terbiasa nanti malah munculnya resistensi yang harus dihindari," lanjutnya.
Di sisi lain, Trubus mengingatkan pemerintah untuk melakukan koordinasi demi efektivitas pelaksanaan kebijakan PSBB.
Hal tersebut tidak lepas dari kebijakan PSBB yang berfokus pada cara merubah perilaku masyarakat.
"Ini kan soal kesadaran, artinya pada tingkat merubah perilaku, it kan tidak semudah membalikkan telapak tangan,"
"Sehingga perlu kebijakan kolaboratif pemerintah pusat ke daerah. Daerah ini seperi tingkat kabupaten atau kota hingga kelurahan serta RT/RW," tandas Trubus.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan/Gilang)