Virus Corona
Kabar Corona di China, Temuan Kasus tanpa Gejala hingga Pasien Sembuh Terbanyak Dunia
Simak kabar terbaru corona di China, ada temuan kasus tanpa gejala hingga menjadi wilayah dengan pasien sembuh terbanyak di dunia.
TRIBUNNEWS.COM - China meraih kemajuan dalam memberantas virus corona atau Covid-19.
Penyebaran virus yang muncul di daratan Negeri Panda sejak Desember 2019 kini mulai menurun.
Kemarin Rabu (1/4/2020), dilaporkan berkurangnya kasus infeksi baru.
Bahkan dalam penanganan harian, kasus-kasus tersebut merupakan kasus tanpa gejala corona.
Sementara pada Selasa (31/3/2020), sebelumnya ada 36 kasus baru.
Hampir seluruhnya dari kasus tesebut merupakan imported case atau kasus impor dari pendatang ke China.
Dikutip dari The Straits Times, Komisi Kesehatan Nasional mengatakan, jumlah kasus turun dari 48 hari sebelumnya dan menjadikan jumlah total kasus yang dikonfirmasi menjadi 81.554.
Baca: UPDATE Corona Hari Ini, 2 April 2020: Kasus Global Tembus 935.287, Hampir 200 Ribu Dinyatakan Sembuh
Baca: Sabam Sirait Ajak Rakyat Berdoa Agar Badai Covid-19 Segera Berlalu
Namun, jumlah tersebut terkecuali bagi 130 kasus baru yang tidak menunjukkan gejala penyakit menular.
Adapun sejalan dengan hal itu, China mulai menerbitkan data harian tentang kasus tanpa gejala kemarin Rabu.
Beberapa negara juga menerapkan hal yang sama sesuai pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Ramai Medsos China
Masih dari laman yang sama, warga khawatir, terutama dengan berita di media sosial China yang menyebutkan pembawa asimptomatik dapat menyebarkan virus secara tidak sadar.
Terutama karena pihak berwenang melonggarkan pembatasan perjalanan dari titik panas epidemi setelah infeksi wabah mereda.
Ahli epidemiologi WHO, Maria van Kerkhove, mengatakan kepada sebuah konferensi di Jenewa minggu lalu, dalam sebagian besar kasus, pendorong utama penularan virus corona adalah pasien yang bergejala, dan banyak dari orang tanpa gejala akan terus mengembangkan gejala beberapa hari setelah mereka didiagnosa.
Tetapi China sekarang telah menyimpulkan screening yang lebih besar perlu dilakukan untuk kasus-kasus tanpa gejala dan orang-orang yang berhubungan dengan mereka.
Komisi Kesehatan Nasional melaporkan ada 1.367 kasus tanpa gejala yang diamati pada Selasa, turun dari 1.541 dibanding Senin.
Tujuh kematian akibat virus dilaporkan pada Selasa, naik dari satu hari sebelumnya.
Sementara itu, jumlah total kasus impor mencapai 806, sementara jumlah ini menyumbang sebagian kecil dari keseluruhan jumlah kasus yang dikonfirmasi.
Pihak berwenang telah melarang sebagian besar orang asing untuk masuk dan memperkenalkan pemeriksaan yang lebih ketat pada warga yang kembali dari luar negeri.
Mereka khawatir kasus impor dapat memicu gelombang kedua wabah corona.

Pasien Sembuh Terbanyak di Dunia
Sementara data dari worldometers.info, kasus virus corona di China tak berubah belakangan ini.
Masih tercatat 81.554 kasus dengan total kematian 3.312.
Berada di urutan keempat setelah Amerika Serikat, Italia, dan Spanyol.
China juga masih menjadi negara dengan jumlah pasien sembuh terbanyak di dunia.
Yakni sebanyak 76.238 orang.
Baca: Malaysia Perpanjang Lockdown, Monyet Liar di Malaysia Ikut Kelaparan
Baca: Pemerintah Diminta Alokasikan Semua Anggaran Infrastruktur untuk Kebutuhan APD Tenaga Medis
Perceraian Meningkat
Penguncian wilayah atau lockdown yang sudah dilakukan di China untuk mencegah penyebaran virus corona (Covid-19) berdampak bagi masyarakat.
Selain kesehatan, kasus sosial rumah tangga keluarga menjadi imbas adanya lockdown.
Kasus perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga diketahui meningkat sejak Februari dan puncaknya pada Maret kemarin.
Dikutip dari mothership.sg, media lokal dan juga Global Times melaporkan banyak keluarga melaporkan kasus perceraiannya di daerah Muluo dan Xi'an, ibu kota Provinsi Shaanxi.
Pada Februari dan Maret lonjakan kasus KDRT
Di Xi’an, Global Times menyatakan kantor pendaftaran perkawinan Xi mencatat jumlah pengajuan perceraian yang tak pernah terjadi sebelumnya.
Lonjakan pengajuan meningkat meski kantor baru dibuka pada 1 Maret setelah ditutup karena lockdown.
Meskipun jumlah total perceraian tidak dilaporkan, namun kantor tersebut mencatat adanya 14 pengajuan perceraian pada 5 Maret lalu.
Sementara itu, kota Miluo melaporkan terdapat kasus 206 perceraian, dari 10 Februari hingga 19 Maret.
Rinciannya terdapat 18 kasus perceraian per hari.
Seorang pejabat di Pusat Registrasi Pernikahan Miluo menyatakan ada saat-saat ketika staf pegawai tidak punya waktu untuk minum air alias kewalahan melayani pengajuan perceraian..
Pasalnya, prosedur perceraian membutuhkan waktu sekitar satu jam 40 menit untuk menyelesaikannya.
Seorang pejabat dari kantor pendaftaran perkawinan Xi, yang bermarga Wang, menjelaskan lockdown akibat pandemi corona membuat hubungan keluarga menjadi tegang.
“Sebagai akibat dari epidemi, banyak pasangan telah terikat satu sama lain di rumah selama lebih dari sebulan, itu berpotensi konflik, ditambah lagi kantor telah ditutup selama sebulan, oleh karena itu pengajuan perceraian meningkat secara tajam," katanya.
Penyebab KDRT
Sementara itu Sixth Tone memberitakan, pendiri organisasi nirlaba kekerasan anti-rumah tangga di Jingzhou, Hubei, yakni Wan Fei, mengatakan laporan kekerasan dalam rumah tangga hampir meningkat dua kali lipat sejak kota-kota China dikunci.
Wan menyoroti kantor polisi daerah Jianli di Jingzhou telah menerima 162 laporan tentang kekerasan dalam rumah tangga pada bulan Februari.
Jumlah tersebut meningkat lebih dari tiga kali dibandingkan dengan 47 kasus yang dilaporkan pada bulan yang sama pada 2019.
Global Times melaporkan pada 6 Maret, organisasi Wan telah mencatat lebih dari 300 kasus di wilayah Jianli dan kota Qianjiang sejak Wuhan menjadi tempat pertama yang dikunci pada 23 Januari.
Penyebabnya bermacam, yakni kehilangan pendapatan, terperangkap di rumah, dan kurangnya perhatian oleh pihak berwenang.
“Epidemi telah mengubah gaya hidup orang; orang-orang menghabiskan terlalu banyak waktu di rumah dan ada ketidaknyamanan untuk hidup mereka," jelasnya.
"Faktor kedua adalah kerugian ekonomi, epidemi telah melemahkan kapasitas daya tahan psikologis kebanyakan orang," imbuh dia.
Wan digaungkan oleh Feng Yuan, pendiri sebuah LSM yang berbasis di Beijing yang berfokus pada kekerasan gender, menyatakan, lockdown memunculkan sikap laten untuk kekerasan.
Dia menambahkan ada juga kurangnya tanggapan oleh pihak berwenang terhadap kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga mengingat polisi terlalu sibuk mengurus soal penguncian (lockdown).
Sementara pengadilan yang mengeluarkan perintah ditutup. (*)
(Tribunnews.com/Chrysnha)