Kamis, 2 Oktober 2025

Virus Corona

Anies Sampaikan pada Pemerintah Pusat: Jakarta Butuh Percepatan Tes Covid-19

Anies Baswedan menyampaikan pada wakil presiden bahwa Jakarta membutuhkan percepatan dalam melakukan pemeriksaan Covid-19.

Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Miftah
Tribunnews.com/ Danang Triatmojo
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam konferensi pers di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (31/3/2020). 

TRIBUNNEWS.COM - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyampaikan pada Wakil Presiden Ma'ruf Amin terkait penanganan penyebaran virus corona (COVID-19) di Jakarta.

Menurut Anies, Jakarta membutuhkan percepatan dalam melakukan pemeriksaan COVID-19.

Hal ini diperlukan untuk dapat mendeteksi lebih dini pada diri orang-orang yang terinfeksi virus corona.

Pasalnya, terdapat sejumlah kasus yang terlambat terdeteksi sehingga berakibat fatal.

"Terkait penanganan ini, perlu sekali di Jakarta ini adalah dukungan untuk kecepatan melakukan testing supaya kita bisa mendeteksi lebih awal orang-orang yang nterpapar," kata Anies, seperti yang disiarkan langsung melalui kanal Youtube Kompas TV, Kamis (2/4/2020).

"Banyak dari kasus itu terlambat tahunya, terlambat penangannya, akibatnya fatal atau kita terlambat mendeteksi sehingga dia sudah menularkan pada yang lainnya," sambungnya.

Anies memaparkan, saat ini kurva penularan virus corona di Jakarta masih terus meningkat.

Menurutnya, hal ini cukup mengkhawatirkan.

"Jadi, Pak Wapres, pada saat ini di Jakarta, kita belum menyaksikan kurva ini merata, kurvanya masih meningkat," tutur Anies.

"Ini agak mengkhawatirkan kalau kita perhatikan masih meningkat terus," tambahnya.

Menurut Anies, jumlah kasus yang terkonfirmasi positif sangat tergantung pada kecepatan pemerintah melakukan testing.

Baca: KSAD Perintahkan Pembangunan Laboratorium Rapid Test RSPAD Dipercepat

Apabila jumlah orang yang diperiksa sedikit maka jumlah kasus positif yang tercatat pun akan sedikit.

"Misalnya saat ini sudah ada 400 yang meninggal, sebutlah tingkat kematiannya 10 persen, maka proyeksi kita yang saat ini sudah ada itu 4.000 kasus, bila yang meninggal 5% artinya ada 8.000 kasus di Jakarta," kata Anies.

"Jadi jumlah yang dinyatakan positif itu tergantung kecepatan kita melakukan testing karena yang ditesnya sedikit maka jumlah yang confirm positif jadi sedikit juga," sambungnya.

"Kalau yang dites banyak dan orang-orang yang relevan dengan interaksi dengan mereka yang positif mungkin kita akan menemukan angka yang lebih tinggi, tambahnya.

Pakar Epidemologi Nilai Pemerintah Perlu Lakukan Rapid Test Lebih Massal

Diberitakan sebelumnya, dalam penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk mencegah meluasnya penyebaran virus corona (Covid-19), Pakar Epidemologi FKM UI, Pandu Riono menilai perlu mengidentifikasi penduduk dengan melakukan rapid test yang lebih massal.

"Yang sekarang sudah dilakukan pemerintah kurang massal dan tidak menggunakan cara-cara yang kita harapkan bisa mengidentifikasi secara dini," kata Pandu dalam wawancaranya yang disiarkan langsung melalui YouTube Kompas TV, Rabu (1/4/2020) pagi. 

"Jadi kita perlu, karena semuanya hanya 10 persen, kalau kita mau menemukan 100, kita harus periksa 1.000," tambahnya.

Meskipun Terlambat, Pakar Epidemiologi FKM UI Apresiasi Kebijakan PSBB Presiden Jokowi
Meskipun Terlambat, Pakar Epidemiologi FKM UI Apresiasi Kebijakan PSBB Presiden Jokowi (Kolase Tribunnews (Tangkap layara channel YouTube KompasTV))

Oleh karena itu, Pandu menilai pemerintah juga perlu menjalankan rapid test ini secara sistematik dengan berfokus pada penduduk yang berisiko.

Dengan demikian, diharapkan klaster-klaster penularan terbaru dapat teridentifikasi dan angka penularan Covid-19 dapat lebih ditekan.

"Kita perlu lagi fokus pada penduduk-penduduk yang beresiko dan tes ini kita lakukan secara sistematik," kata Pandu.

"Kita harus mengidentifikasikan klaster-klaster baru sehingga kita bisa stop di pencegahan, stop orang-orang yang tertular baru," tambahnya.

Hal ini karena, menurut Pandu, tugas yang harus dilakukan saat ini adalah menurunkan jumlah penularan yang terjadi.

Baca: Pemerintah Sudah Bagikan 191 Ribu APD dan 425 Ribu Rapid Test ke Seluruh Indonesia

Dengan begitu, diharapkan grafik penularan Covid-19 di Indonesia dapat menurun pada bulan yang akan mendatang.

"Karena tugas kita yang sekarang adalah merendahkan puncak (penularan), jadi flatten the curve, dan menunda supaya puncak yang tadi sudah rendah ini tidak terjadi dua bulan lagi tapi kita bisa tunda pada bulan yang akan datang," tutur Pandu.

"Sehingga, kapasitas layanan kesehatan bisa mampu merawat dan bisa menekan kematian yang ada," sambungnya.

Sementara itu, Pandu mengatakan, kebijakan PSBB ini merupakan kebijakan yang tepat untuk diimplementasikan dalam menghadapi sebaran virus corona.

Meskipun, Pandu menyebutkan, kebijakan PSBB terbilang terlambat untuk diterapkan.

"Kebijakan PSBB ini saya salut sama pemerintah karena langsung mengimplementasikan, mendeklarasikan bahwa Indonesia dalam status kedaruratan kesehatan masyarakat," ungkap Pandu.

"Walaupun terlambat, ini sebenarnya pilihan yang paling tepat," sambungnya.

Pandu menambahkan, kebijakan dari pemerintah ini harus benar-benar diterapkan dalam skala nasional.

Baca: Pengamat Sebut Keputusan Jokowi Terapkan PSBB sudah Tepat, Tapi Harus Ada Implementasi Efektif

"Pilihan yang disebut PSBB itu merupakan upaya-upaya yang selama ini sering disebut-sebut sebagai social distancing, kalau benar-benar sampai total, itu seperti lockdown," kata Pandu.

"Jadi sebenarnya, istilah ini adalah istilah yang sangat penting dan itu jadi pilihan, tapi harus benar-benar diimplementasikan berskala besar dan berskala nasional," sambungnya. 

(Tribunnews.com/Widyadewi Metta)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved