Senin, 6 Oktober 2025

Virus Corona

Dukung Pembatasan Sosial Berskala Besar, Analis Kebijakan Publik: Indonesia Tak Biasa Karantina

Analis Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah dukung kebijakan Jokowi pembatasan sosial berskala besar. Pakar dari UI ungkap perbedaan social distancing

Penulis: Ifa Nabila
Editor: Tiara Shelavie
YouTube KOMPASTV
Analis Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah mendukung kebijakan pembatasan sosial berskala besar yang ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Selasa (31/3/2020). 

TRIBUNNEWS.COM - Analis Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah mendukung kebijakan pembatasan sosial berskala besar yang ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Selasa (31/3/2020).

Trubus menyebut tidak mungkin diterapkan kebijakan karantina, di antaranya karena masyarakat yang majemuk.

Dilansir Tribunnews.com, hal itu diungkapkan Trubus dalam wawancara YouTube KOMPASTV, Selasa (31/3/2020).

"Saya sangat setuju bahwa dalam arti memang ini nantinya diharapkan di masyarakat ini suatu pilihan yang memang tepat," ujar Trubus.

Dengan masyarakat Indonesia yang beraneka ragam, Trubus menyebut kebijakan pembatasan sosial berskala besar memang paling pas.

"Artinya dengan melihat kondisi Indonesia yang memang sifat masyarakatnya majemuk dan sangat beragam," kata Trubus.

"Saya kira pilihan kita pakai PSBB itu sudah merupakan pilihan yang cukup dipikirkan dengan matang," terangnya.

Baca: Update Corona Global 1 April Pukul 17.00 WIB: Kematian Tertinggi di Italia, dengan 12.428 Kasus

Baca: UPDATE Corona per Daerah 1 April 2020: Ada di 32 Provinsi, Kasus Positif 1.677, Meninggal 157

Trubus menyebut jika sampai pemerintah menetapkan kebijakan karantina, maka kemungkinan besar terjadi penolakan di masyarakat.

"Karena misalnya kalau pakai karantina kan masyarakat kita kan enggak biasa karantina," ujar Trubus.

"Jadi nanti malah munculnya resistensi, ini kan harus dihindari," tambahnya.

Meski demikian, Trubus berharap pemerintah bisa bertindak tegas dalam pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar lantaran sudah berlandaskan hukum.

Pakar Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengaku salut kepada pemerintah setelah ditetapkannya status kedaruratan kesehatan masyarakat.
Pakar Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengaku salut kepada pemerintah setelah ditetapkannya status kedaruratan kesehatan masyarakat. (YouTube KOMPASTV)

Pakar dari UI setuju pembatasan sosial berskala besar

Dalam tayangan tersebut, Pakar Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono mendukung kebijakan pemerintah.

Pandu mengakui pemerintah termasuk terlambat dalam mengambil kebijakan ini.

Kebijakan pembatasan sosial berskala besar bagi Pandu merupakan keputusan yang paling tepat untuk diterapkan di Indonesia.

Bahkan pembatasan sosial berskala besar bisa berlaku sama halnya dengan lockdown yang diterapkan negara-negara lain.

"Pilihan yang disebut pembatasan sosial berskala besar itu merupakan upaya-upaya yang di mana betul-betul yang selama ini sering disebut-sebut sebagai social distancing," terangnya.

"Kalau benar-benar sampai total, itu seperti lockdown," imbuh Pandu.

Baca: Pakar dari UI Ungkap Perbedaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dan Social Distancing: Ada Hukum

Baca: Salut pada Pemerintah, Pakar dari UI: Pembatasan Sosial Berskala Besar Kalau Total Seperti Lockdown

Lantaran Jokowi sudah mengambil langkah tepat, Pandu berharap pelaksanaan kebijakan ini bisa benar-benar dijalankan dan diawasi.

"Jadi sebenarnya istilah ini adalah istilah yang sangat penting dan itu menjadi pilihan," kata Pandu.

"Tapi harus benar-benar diimplementasikan berskala besar dan berskala nasional," sambungnya.

Meski sudah tepat, kebijakan pembatasan sosial berskala besar masih kurang efektif jika tidak dibarengi dengan upaya lain.

"Tapi ini tidak cukup, karena sudah terjadi banyak penularan," kata Pandu.

Upaya itu di antaranya membatasi pergerakan masyarakat dalam negeri serta penambahan kapasitas tes corona massal.

"Dan yang paling penting juga pembatasan mobilitas penduduk di dalam wilayah Indonesia selain membatasi kunjungan dari luar," ujar Pandu.

"Dan layanan testing massal, ini yang belum diterjemahkan sebagai intervensi kesehatan masyarakat di mana kita bisa mengidentifikasi orang-orang yang positif," paparnya.

Pandu berharap seluruh upaya pemerintah dari pembatasan hingga upaya medis bisa dilaksanakan dengan maksimal, dikawal, serta ada hukum yang berlaku.

Perbedaan pembatasan sosial berskala besar dan social distancing

Menurut Pandu, yang membedakan pembatasan sosial berskala besar dari kebijakan sebelumnya adalah skala penerapan serta dasar hukumnya.

Baca: Cara McDonalds Indonesia Cegah Penyebaran Virus Corona

Baca: Sikapi Kelangkaan Masker, Dokter Erlina: Orang Sakit yang Tidak Memakai Masker Jadi Sumber Penularan

Kebijakan pembatasan sosial berskala besar mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.

Penerapan pembatasan sosial berskala besar harusnya secara total ke seluruh wilayah Indonesia, tak hanya di kota besar.

"Memang kita terlambat memberlakukan deklarasi (darurat) kesehatan masyarakat," jawab Pandu.

"Tapi pilihan ini harus segera diimplikasikan secara ketat dan di skala nasional, bukan hanya Jakarta, bukan hanya di seluruh ibu kota provinsi saja," terangnya.

"Tetapi mencakup seluruh Indonesia."

Selain itu, ada dasar hukum dalam kebijakan baru ini sehingga bagi siapa saja yang melanggar akan dikenai hukuman.

"Ada dasar hukumnya untuk melakukan tindakan-tindakan hukum bagi mereka yang melanggar," ucap Pandu.

Hal ini juga sesuai dengan ucapan Jokowi dalam konferensi pers pada Selasa.

Presiden menyebut Polri bisa mengambil langkah hukum untuk menindak pelanggar.

Berikut video lengkapnya:

(Tribunnews.com/ Ifa Nabila)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved