Virus Corona
Masalahkan Penularan, Anies: Kalau 100.000 Pasien seperti China, Mau Dirawat di Mana?
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku lebih mengkhawatirkan soal cepatnya penularan virus corona, bukan seberapa mematikan virus tersebut.
TRIBUNNEWS.COM - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku lebih mengkhawatirkan soal cepatnya penularan virus corona, bukan seberapa mematikan virus tersebut.
Pasalnya, pihak kesehatan menyebut peluang kematian dari virus corona memang jauh lebih rendah dibandingkan dengan kecelakaan dan penyakit kanker.
Anies kemudian menyinggung soal kesiapan Indonesia dalam menghadapi Covid-19 dengan penularan yang begitu cepat itu.
Dilansir Tribunnews.com, hal ini diungkapkan Anies dalam tayangan YouTube Indonesia Lawyers Club, Selasa (17/3/2020).
Anies menjelaskan beberapa fase yang ia tempuh untuk menghindari penyebaran virus corona di Jakarta, di antaranya fase III di mana mulai melibatkan publik.
Ia mengingatkan bahwa seharusnya masyarakat bukan fokus pada betapa mematikan dampak corona, melainkan betapa cepat penyebarannya.
"Pada fase ini kita harus membangun kesadaran publik bahwa masalah yang kita hadapi bukan sekadar soal penyakitnya," ujar Anies.
Anies menyebut peluang kematian karena corna rendah jika dibandingkan kecelakaan hingga penyakit kanker.
"Kalau soal penyakitnya saja, kita semua tahu, teman-teman dari dokter menceritakan case fatality rate-nya 3-4 persen," kata Anies.
"Artinya kalau dari 100 kasus, maka yang mungkin meninggal 3-4 orang," sambungnya.
Baca: Sejak Februari Anies Sudah Perintahkan Gaji dan Tunjangan Pegawai yang Diisolasi Tetap Dibayar Utuh
Baca: Anies Persiapan Hadapi Corona sejak Januari, Gerak Cepat dan Sempat Harap Virus Tak Masuk ke Jakarta
Yang dikhawatirkan oleh Anies adalah kurangnya kesadaran masyarakat soal penularan corona.
"Yang unik dari persoalan ini adalah dia terjadi serempak, karena masalahnya penyebarannya, penularannya," ungkap Anies.
Anies mengibaratkan jika kasus di Indonesia sama seperti di China dengan korban ratusan ribu, maka kesiapan fasilitas kesehatan dipertanyakan.
"Jadi ini dari sisi public policy, bila kasus ini berkembang, bukan nanti yang meninggal sedikit, tapi bila seperti di Wuhan, ada 10.000 orang mendadak sakit," ujar Anies.
"Bahkan di Tiongkok bisa lebih dari 100.000 orang mendadak sakit, pertanyaannya, mau dirawat di mana?" tuturnya,
"Jumlah tenaga kesehatannya bagaimana? Jumlah rumah sakitnya ada tidak?"
Selain mempertanyakan fasilitas kesehatan, Anies juga membeberkan dampak penularan corona yang serempak ini.
"Tapi persoalannya ketika serempak, orang sakit bersama-sama, apa yang terjadi, maka produktivitas anjlok, kegiatan perekonomian turun, belajar mengajar turun," terangnya.
Baca: Sumbang Rp 100 Juta untuk Penanganan Virus Corona, Nikita Mirzani Berkaca dari Artis di Luar Negeri
Baca: Rachel Vennya Galang Donasi untuk RS Para Pasien Corona, Terkumpul Rp 1,1 Miliar Kurang dari 24 Jam
Anies sudah persiapan sejak Januari
Dalam tayangan itu, awalnya Anies membeberkan jumlah suspect dan pasien Covid-19 di Jakarta yang melonjak sangat tajam dibandingkan akhir Februari 2020 lalu.
"Hari ini (Selasa), jumlah orang dalam pemantauan (ODP) itu ada 863, meningkat dari tanggal 29 Februari, yaitu 115," ujar Anies.
"Lalu pasien dalam pengawasan (PDP), yang pada tanggal 29 Februari berjumlah 32 orang, hari ini berjumlah 374 yang saat ini dirawat," paparnya.
Dengan angka korban yang naik begitu signifikan, Anies kembali meningatkan betapa bahayanya virus corona.
Anies mengimbau warga Jakarta bahwa wabah ini harus diwaspadai lantaran sudah ada di sekitar kita, bukan lagi wabah di negara lain.
"Angkanya meningkat sangat signifikan, karena itu bagi warga Jakarta, Covid-19 itu bukan lagi berita tentang kejadian yang jauh," kata Anies.
"Covid-19 itu sekarang ada di antara kita, tidak lagi menular dari orang asing kepada penduduk Jakarta, tapi sudah di antara penduduk Jakarta," tuturnya.
Anies kemudian membeberan fase pertama di mana ia pertama kali mempersiapkan daerah pimpinannya untuk menghadapi wabah sejak Januari 2020.
Langkah awal Anies di antaranya dengan memberikan sosialisasi pada warga soal virus yang menyerang organ pernapasan yang pertama mewabah di Wuhan, China, itu.
"Kita memantau persoalan ini sejak bulan Januari, pada tanggal 7 Januari kita sudah melakukan sosialisasi, waktu itu masih menyebutnya dengan nama pneumonia Wuhan," kata Anies.
Selain itu, Anies juga meminta rumah sakit untuk melengkapi alat pelindung diri (APD) lantaran menangani suspect atau pasien corona harus dengan pakaian khusus.
Dalam imbauan itu, Anies meminta rumah sakit untuk bersiap jika ada pasien yang memiliki keluhan menyerupai corona.
"Dan mengimbau rumah sakit untuk menyiapkan APD," ungkap Anies.
"Lalu tanggal 22 Januari dibuatkan edaran khusus kepada seluruh rumah sakit untuk mengantisipasi bila ada pasien dengan tanda-tanda."
"Waktu itu namanya sudah berubah menjadi novel coronavirus 2019," tuturnya.
Kesulurahan fase I itu dilakukan Anies selama Januari tanpa memberi pengumuman ke luar Jakarta.
Ia memastikan seluruh perangkat kesehatan di Jakarta sudah bersiap sejak awal.
"Dilakukan tanpa diumumkan ke mana-mana, tapi memastikan bawha jajaran medis baik pemerintah maupun nonpemerintah memahami potensi masalah," kata Anies.
Dengan gerak cepat itu Anies sempat berharap corona tidak masuk ke Jakarta, meskipun sekarang wilayahnya memiliki jumlah korban terbanyak di Indonesia.
"Mudah-mudahan tidak datang ke Jakarta, tapi kita harus siap," kata Anies.
Fase I Anies di Januari itu diakhiri dengan sosialisasi cara mendeteksi corona sejak dini.
"Tanggal 27 Januari, kita secara khusus mengumpulkan untuk membicarakan cara mendeteksinya," kata Anies.
Pada Februari 2020, Anies mengumpulkan jajaran dinas terkait selain dinas kesehatan untuk diberi pengarahan.
"Lalu Februari kita mulai fase berikutnya. Seluruh jajaran di luar jajaran dinas kesehatan, seluruh jajaran lain, mulai disiapkan untuk mengantisipasi," kata Anies.
"Dikeluarkan instruksi gubernur, seluruh jajaran dari pariwisata, sampai yang mengurusi kesehatan," sambungnya.
Dalam instruksinya, Anies meminta seluruh instansi atau perusahaan untuk tetap membayarkan gaji dan tunjangan pegawainya secara utuh meski sedangn diisolasi.
Hal ini supaya tak ada suspect atau pasien corona yang enggan diisolasi lantaran khawatir gajinya dipotong.
"Dan dikeluarkan kebijakan, bila sampai ada warga atau pegawai yang terpapar, dan harus isolasi, maka gaji, tunjangan, tidak dipotong," ungkap Anies.
"Supaya orang mau ikuti isolasi," imbuhnya.
Fase berikutnya adalah saat diberitakan adanya dua orang WNI pertama yang positif corona asal Depok.
Sejak saat itu Anies mulai melibatkan publik dalam kebijakannya.
Berikut video lengkapnya:
(Tribunnews.com/ Ifa Nabila)