Virus Corona
Donald Trump Sebut Corona sebagai 'Virus China', Jubir China: Urusi Urusanmu Sendiri
Melalui akun Twitter-nya, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyebut Corona sebagai 'virus China'. Jubir China pun menanggapi.
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menulis cuitan pada Selasa (17/3/2020).
Dalam cuitannya, Trump menyatakan pemerintah akan memberikan dukungan kepada berbagai industri yang terkena dampak virus Corona.
Namun, cuitan itu menjadi kontroversial.
Pasalnya, Trump menyebut Covid-19 sebagai 'virus China'.
Baca: Upaya Donald Trump Amankan Vaksin Corona Secara Eksklusif Hanya untuk AS
Baca: Presiden AS Donald Trump Dinyatakan Negatif Corona
"Amerika Serikat akan sangat mendukung industri-industri terkait, seperti Arlines dan lainnya, yang secara khusus dipengaruhi oleh Virus China.
Kita akan lebih kuat dari sebelumnya!" tulis Trump.
Cuitan telah mendapat 70.600 retweets, 315.400 likes, dan 128.500 komentar per Rabu (18/3/2020).
Dilansir BBC.com, China memberikan reaksi atas cuitan Trump tersebut.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang, mengatakan cuitan Trump merupakan stigmatisasi terhadap China.
"AS harus 'mengurus urusannya sendiri' sebelum menstigmatisasi China," Shuang memperingatkan.
"Kami mendesak AS untuk memperbaiki kesalahannya dan menghentikan tuduhannya yang tidak berdasar terhadap China," tambah Shuang.
Sementara itu, kantor berita resmi China, Xinhua, menyebut bahasa yang digunakan Trump adalah rasis dan xenofobia.
"Bahasa Trump mengungkapkan ketidakmampuan dan tidak bertanggung jawabnya dia sebagai politisi," Xinhua melaporkan.
Ujaran Trump dinilai dapat meningkatkan kekhawatiran terhadap virus.

Kritik lainnya dilontarkan oleh Wali Kota New York, Bill de Blasio.
Melalui akun Twitter-nya, de Blasio menganggap cuitan Trump berisiko memicu lebih banyak fanatisme terhadap orang Asia-Amerika.
"Jika Anda mencari seseorang untuk mengatasi krisis ini, cobalah orang yang membuat situs web palsu di Google atau yang menjanjikan alat uji coba yang MASIH belum dikirim.
Komunitas Asia-Amerika kami, orang-orang yang kamu layani, sedang menderita.
Mereka tidak membutuhkan lebih banyak kefanatikan dari Anda," tulis de Blasio, Selasa (17/3/2020).
Sebelumnya, seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri China mengeluarkan teori konspirasi tentang virus Corona.
Dia menuduh Angkatan Darat AS telah membawa Covid-19 ke wilayah China.
Hal itu membuat Wuhan, China, lah yang menjadi kambing hitam.
Tuduhan tidak berdasar itu menyebabkan Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, bereaksi.
Pompeo menuntut China untuk berhenti menyebarkan "disinformasi" yang menyalahkan AS atas wabah tersebut.
Hubungan China-AS Sekarang

Kini, hubungan China dan AS sedang tegang.
Trump telah lama menuduh China melakukan praktik perdagangan yang tidak adil.
Selain itu, China juga dianggap telah melakukan pencurian kekayaan intelektual.
Di sisi lain, di China, ada persepsi bahwa AS berusaha mengendalikan kekuatan ekonomi global.
Keduanya terlibat dalam perang perdagangan yang pahit.
AS dan China bertaruh ratusan miliar dolar karena konflik yang terjadi.
Namun, persaingan tampak mereda setelah wabah virus Corona mulai terjadi.
Alasan WHO Beri Nama Resmi COVID-19 untuk Virus Corona Baru, Tak Cantumkan Wuhan atau China
World Health Organization (WHO) telah menyatakan nama resmi untuk wabah virus Corona baru pada Selasa (11/02/2020) lalu.
Nama resmi virus Corona baru adalah COVID-19.
COVID-19 merupakan singkatan dari Corona Virus Disease 19.
Dilansir Time.com, Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengungkapkan asal-usul penamaan penyakit tersebut.
Ia mengatakan, WHO memastikan untuk tidak merujuk Wuhan, tempat virus berasal.
Pedoman rujukan WHO yang ditetapkan pada tahun 2015 memastikan bahwa nama penyakit tidak merujuk ke lokasi geografis, hewan, individu, atau kelompok orang.
"Memiliki nama penting untuk mencegah penggunaan nama lain yang bisa tidak akurat atau menstigmatisasi," kata Tedros.
Tedros menambahkan, nama resmi juga dapat memberikan format standar untuk digunakan selanjutnya.

Pakar kesehatan masyarakat setuju dengan pilihan untuk tidak mencantumkan wilayah geografis di China setelah nama penyakit.
"Jika nama virus Corona baru menyematkan Wuhan, itu akan memberikan sitgmatisasi luar biasa pada orang-orang Wuhan yang menjadi korban," Wendy Parmet, seorang profesor hukum di Northeastern University sekaligus pakar kesehatan masyarakat, mengatakan kepada Time.
Parmet menerangkan, orang-orang cenderung menganggap virus Corona sebagai karakteristik dari beberapa kelompok orang yang terkait dengan nama tempat.
Itu dianggapnya sebagai stigmatisasi.
Apalagi, telah ada laporan insiden dan sikap xenophobia, di mana terdapat prasangka terhadap orang keturunan Asia pascavirus menyebar di berbagai negara di dunia.
Para ahli mencatat, ada "sejarah panjang" tentang nama penyakit yang menyertakan kelompok orang, tempat, atau hewan tertentu di dalamnya.
Sekitar tahun 1500-an di Prancis, Sifilis disebut sebagai penyakit Italia.
Sementara itu, di Italia, Sifilis disebut sebagai penyakit Prancis.
Pada tahun 1918, pandemik flu secara luas disebut Flu Spanyol di AS.
Padahal, flu tersebut tidak berasal dari Spanyol.
Tahun 2009, WHO berhenti menggunakan istilah "flu babi" dan menggantinya dengan Influenza A (H1N1).
Sebab, penamaan itu menyebabkan penurunan pendapatan di pasar daging babi.
Ebola dinamai berdasarkan sungai di dekat tempat wabah pertama kali berasal.
Kini, WHO mencatat Middle East Respiratory Syndrome (MERS), Flu SPanyol, Flu babi, dan penyakit Chagas sebagai contoh nama yang harus dihindari ketika mencari nama untuk penyakit baru.
Arnold Monto, seorang profesor epidemiologi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Michigan, mengatakan penting untuk peka terhadap budaya yang berbeda ketika menamai suatu penyakit.
"Jika Anda memiliki nama yang regional dan menyebar secara global, itu membingungkan," ujar Monto.
Dalam kasus virus Corona baru, WHO telah menentukan nama untuk penyakit, bukan virus.
Virus ini dinamai severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) oleh Kelompok Studi Coronavirus dari Komite Internasional tentang Taksonomi Virus.
Mereka bertanggung jawab atas klasifikasi resmi virus.
Panitia mengakui kesamaan virus Corona baru dengan pandemi Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) yang terjadi antara 2002-2003.
Untuk penyakitnya, kata Parmet, COVID-19 adalah nama yang sangat ideal.
Pendek, mudah diucapkan, dan terdiri dari dua suku kata.
"Butuh nama yang mudah untuk terus digunakan orang. Jika tidak, mereka akan menggantinya dengan bahasa yang justru bermasalah," ucapnya.
(Tribunnews.com/Citra Agusta Putri Anastasia)