Dua PR Utama Menperin Agus Gumiwang di Mata Indef
Peneliti Senior Indef menilai jabatan Menperin di periode kedua Pemerintahan Presiden Joko Widodo bukanlah pekerjaan yang ringan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penetapan Agus Gumiwang Kartasasmita sebagai Menteri Perindustrian (Menperin) dalam Kabinet Indonesia Maju, dibarengi dengan ekspektasi tinggi kinerja industri nasional bisa meningkat signifikan selama lima tahun ke depan.
Institute for Development Economics and Finance (Indef) memberi sejumlah catatan pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan Agus dalam mengemban amanat sebagai komandan sektor manufaktur.
Enny Sri Hartati, Peneliti Senior Indef menilai jabatan Menperin di periode kedua Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bukanlah pekerjaan yang ringan.

Jika melihat catatan Badan Pusat Statistik (BPS), kerja keras yang harus dilakukan di sektor manufaktur tercermin dari realisasi pertumbuhan industri pengolahan yang secara tahunan (year on year/YoY) baru menembus angka 3,54 persen di kuartal II 2019.
Angka tersebut melambat dari periode yang sama tahun sebelumnya (kuartal II 2018) sebesar 3,88 persen. Bahkan, sampai pertengahan tahun 2019 laju pertumbuhan ekonomi sektor manufaktur merupakan yang paling kecil sejak kuartal II 2017 atau dua tahun lalu. Padahal, pemerintah memasang target pertumbuhan industri bisa mencapai 5,4 persen sampai akhir 2019 nanti.
Padahal menurut Enny, mantan Menperin sebelumnya Airlangga Hartanto, mampu menulis dengan sangat baik buku berjudul ‘Merajut Asa, Membangun Industri Menuju Indonesia yang Sejahtera dan Berkelanjutan’ di akhir masa jabatannya sebagai Menperin.
“Di buku itu sangat komplit sekali dipaparkan permasalahan sektor industri nasional. Anehnya, selama tiga tahun di Kemenperin, juga tidak dilakukan. Sehingga yang harus dilakukan Pak Agus adalah berkonsultasi dengan Pak Airlangga apa yang menyebabkannya tidak bisa mengeksekusi semua programnya selama tiga tahun kemarin,” kata Enny.
Indef menurut Enny telah memetakan dua PR utama yang harus bisa diselesaikan Agus Gumiwang apabila ingin dibilang sukses sebagai Menperin, yaitu melakukan desentralisasi kawasan industri sekaligus sentralisasi perizinan agar investor sektor pengolahan tertarik masuk ke Indonesia.
“Pengembangan kawasan industri ke Indonesia Timur memang harus dilakukan karena lahan di Jawa sudah eksklusif sekali. Selain itu kalau ingin memberikan nilai tambah bagi sumber daya alam komoditas melalui industrialisasi memang harus dilakukan di Indonesia Timur yang punya basis tambang, perkebunan, atau kelautan dan perikanan,” jelasnya.
Namun, Enny mengingatkan fasilitas di kawasan industri baru di luar Jawa masih sangat terbatas dari sisi infrastruktur maupun konektivitas. Hal tersebut membuat investor enggan berinvestasi di situ.
“Untuk kawasan di luar Jawa harus ada intervensi dan inisiasi pemerintah. Kalau menunggu swasta masuk jadi kelamaan, karena swasta itu kan hanya bicara untung rugi. Apalagi pemerintah belum bisa menjamin kepastian pasokan energi dan pembangunan jalan menuju kawasan dan sebagainya. Padahal kalau ada itu, pasti ada daya tarik bagi tenant untuk masuk dan memungkinkan swasta tertarik membangun kawasan industri,” tegas Enny.
Ia mengingatkan, pemerintah sebelumnya telah sukses membuka 10 kawasan industri baru yakni Morowali, Bantaeng, Konawe, Palu, Sei Mangkei, Dumai, Ketapang, Gresik, Kendal, dan Banten. Enny menyarankan kepada Kemenperin untuk bisa menjadikan minimal dua diantaranya sebagai pilot project kawasan industri ideal yang menarik minat investor untuk masuk karena sudah tersedia pasokan energi, infrastruktur dan baik konektivitasnya.
“Daripada membangun lagi yang baru, lebih baik 10 yang sudah dibangun itu direalisasikan minimal satu atau dua sebagai pilot project,” jelasnya.
Sentralisasi perizinan
PR Kemenperin lainnya yang tidak kalah penting menurut Enny adalah harus mampu mendorong disetujuinya perizinan investasi satu pintu dalam rapat Kabinet Indonesia Maju.
Ia menjelaskan mengapa Vietnam belakangan ini muncul sebagai surga baru penanaman modal karena investor dimanjakan bukan hanya dengan fasilitas fiskal maupun non fiskal saja, tetapi juga diberikan pelayanan yang memudahkan urusan bisnisnya di negara tersebut.
Enny menjelaskan di Indonesia ada banyak tipe kawasan industri, mulai dari Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Berikat Nasional, sampai free trade zone seperti di Batam. Namun, fasilitas yang diberikan kepada investor tidak jelas seperti yang disebutkan dalam peraturan pembentukan kawasan tersebut.
“Bandingkan dengan Vietnam, mereka kalau sudah menetapkan di suatu kawasan si investor bisa mendapatkan fasilitas tertentu ya itu yang diberikan, tidak bersyarat seperti di Indonesia. Contohnya dalam paket stimulus ekonomi sudah disebutkan ada tarif khusus listrik dan gas untuk industri,” tegas Enny.
Hal lain yang menurutnya bisa dicontoh dari negara lain, termasuk dalam pengurusan berbagai proses administrasi birokrasi.
“Jadi hampir semua kawasan industri yang ada di negara-negara tetangga kita itu single authority. Jadi satu kewenangan siapa yang mengelola kawasan tersebut. Investor ya tahunya berurusan dengan pengelola tersebut. Nanti misalnya pengelola harus berkoordinasi dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, kementerian teknis, maka itu urusannya pengelola," katanya.
"Sementara di Indonesia kan nggak seperti itu, investor mengurus masing-masing sesuai kewenangan instansi yang diatur Undang-undang. Itu bikin ribet, dan orang jadi malas investasi ke Indonesia,” kritiknya.
Enny juga mengingatkan Presiden Jokowi untuk tidak berkaca pada program 100 hari Menperin yang baru, dalam menilai keberhasilan atau kegagalan pejabat yang dipilihnya.
“Karena masyarakat itu nggak antusias dengan program kerja 100 hari atau 10 hari yang penting ada kebijakan konkret. Karena kalau di sektor teknis, tidak bisa dalam jangka waktu yang pendek bisa langsung dilihat hasilnya. Minimal Menteri terkait bisa melakukan debottle necking saja sudah sangat bagus itu,” jelas Enny.
Presiden Jokowi sendiri telah menekankan fokus kerja Kabinet Indonesia Maju dalam lima tahun ke depan adalah pengembangan sumber daya manusia (SDM), penciptaan lapangan kerja, serta pemberdayaan usaha kecil, mikro, dan menengah.
Visi tersebut akan dilanjutkan oleh Kemenperin melalui berbagai program dan kebijakan strategis yang telah dijalankan.
“Semua yang dijalankan oleh Menteri sebelumnya, bapak Airlangga sudah baik, tugas saya hanya melanjutkan. Tetapi ada tugas-tugas yang harus segera diselesaikan, sesuai dengan arahan dari Bapak Presiden,” kata Menperin, Agus Gumiwang Kartasasmita pada akhir pekan.
Berita Ini Sudah Tayang di KONTAN, dengan judul: Ini dua PR utama Menperin baru di mata Indef