Selasa, 7 Oktober 2025

Aniaya ABG Hingga Tewas, Brigadir Anwar Divonis 7 Tahun

Brigadir Polisi Muhammad Anwar, anggota Opsnal Jatanras (Unit Kejahatan dan Kekerasan) Satuan

Editor: Hendra Gunawan

TRIBUNNEWS.COM, SAMARINDA - Brigadir Polisi Muhammad Anwar, anggota Opsnal Jatanras (Unit Kejahatan dan Kekerasan) Satuan Reskrim Polresta Samarinda, divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 50 juta, subsider 6 bulan penjara. Vonis dibacakan Majelis Hakim yang diketuai Hartomo, dalam sidang dengan agenda pembacaan vonis, di PN Samarinda, Senin (21/1/2013).

Vonis tersebut lebih tinggi 2 tahun, dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang meminta terdakwa dihukum 5 tahun penjara. Menurut Hartomo, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kekejaman, kekerasan, atau penganiayaan terhadap saksi korban Ramadhan (16).

"Terdakwa terbukti melanggar  pasal 80 ayat 3 UU Perlindungan Anak No 23 tahun 2003, sehingga dijatuhi vonis 7 tahun penjara dan denda Rp 50 juta. Jika denda tidak dibayar, maka diganti dengan hukuman 6 bulan penjara," ujar Hartomo.

Hartomo menjelaskan, salah satu hal yang memberatkan terdakwa yakni sebagai anggota kepolisian, berkewajiban memberikan perlindungan kepada masyarakat. Sementara, hal yang meringankan lantaran terdakwa selalu hadir dalam persidangan. "Sehingga memperlancar proses persidangan. Terdakwa juga menyatakan penyesalan dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya," kata Hartomo.

Dalam sidang tersebut, Majelis Hakim berpendapat terdakwa melakukan tindakan kekejaman, kekerasan, atau penganiayaan yang menyebabkan korban tewas. "Perbuatan terdakwa yang mendorong saksi korban dengan kuat dari arah depan, dengan menggunakan tangan kosong, sehingga korban terjatuh kebelakang dengan kaki tersangkut di meja dan kepala terbentur di kursi yang ada di ruangan Opsnal Polresta, merupakan tindak kekerasan," papar Hartomo.

Atas vonis tersebut, Brigpol M Anwar mengungkapkan akan pikir-pikir dahulu. "Kita berikan waktu selama dua hari, karena terdakwa memilih untuk pikir-pikir dahulu," jelas Hartomo, sesaat sebelum menutup sidang yang dihadiri keluarga korban dan kerabat terdakwa tersebut.

Diketahui, peristiwa tewasnya Ramadhan terjadi kala dirinya diduga sebagai pelaku Curanmor dan dibawa ke ruangan Opsnal Polresta pada Minggu 16 Oktober 2011 lalu. Saat melakukan interogasi korban, terdakwa berupaya menggali keterangan dari saksi korban dengan melakukan tindakan  kekerasan atau penganiayaan. Kala itu, terdakwa mendorong saksi korban dengan kuat dari arah depan, dengan menggunakan tangan kosong, sehingga korban terjatuh kebelakang dengan kaki tersangkut di meja dan kepala terbentur di kursi yang ada di ruangan Opsnal Polresta. Saat terjatuh korban muntah (mengeluarkan cairan kuning dari mulutnya dan tidak sadarkan diri).

Dari hasil keterangan dokter spesialis forensik, dr Daniel Umar, pada Instalasi Kedokteran Forensik Rumah Sakit Umum A Wahab Sjahranie tanggal 6 November 2011 lalu, menyimpulkan bahwa penyebab kematian korban karena kegagalan fungsi otak akibat adanya pendarahan dibawah selaput otak yang terjadi karena adanya kekerasan tumpul pada kepala.

Selain itu adanya kandungan etanol dalam darah korban dengan kadar sebesar 0,1672 % menyebabkan terjadinya daya tahan sehingga dapa mempercepat proses kematian korban. Hasil visum juga menyebutkan bahwa di tubuh korban ditemukan luka-luka memar pada hidung, bibir atas sebelah kanan, daun telinga kiri dan telinga kanan, luka lecet pada hidung, punggung dan ujung jari kelima kaki kiri, resapan darah pada bawah kulit kepala bagian belakang dan bagian atas serta pendarahan dibawah selaput tebal dan otak pada sisi sebelah kanan. (Tribun Kaltim/rad)

Baca juga;


Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved