SDN 24 Dusun Lumut Tanpa Dinding Hanya Berlantai Tanah
Bangunan sekolah SDN 24 yang dipergunakan untuk belajar sehari-hari hanya berupa bangunan los berukuran 8x6 meter, tanpa ada dinding, dan hanya

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Ali Anshori
TRIBUNNEWS.COM, MELAWI - Ditengah prestasi membanggakan yang diraih oleh Pemkab Melawi dalam dunia pendidikan, ternyata masih ada sepenggal kisah menyedihkan yang dialami oleh anak-anak di Dusun Lumut Desa Engkurai, Kecamatan Pinoh Utara Kabupaten Melawi Kalimantan Barat. Anak-anak di daerah tersebut harus belajar dengan kondisi yang serba memprihatinkan.
Pasalnya, bangunan sekolah SDN 24 yang dipergunakan untuk belajar sehari-hari hanya berupa bangunan los berukuran 8x6 meter, tanpa ada dinding, dan hanya berlantai tanah, sementara itu atapnya hanya berupa daun ilalang.
"Dengan kondisi yang seperti itu tentu saja proses belajar mengajar tidak bisa berjalan maksimal. Apalagi mereka belajarnya secara bergantian, karena kalau belajar pada jam yang sama tidak cukup, sebab ruangannya kecil," kata Kadus Lumut, Jitan kepada Tribun Pontianak (Tribunnews Network), Jumat (4/1/2013) saat datang ke Nanga Pinoh.
Sekolah itu sendiri sudah berstatus negeri sejak 2010 silam, dengan tenaga pengajar sebanyak tiga orang, dua guru berstatus PNS dan satu orang berstatus honor. Kendatipun sekolah itu berstatus negeri, yang membangun sekolah itu adalah masyarakat sendiri.
"Dulunya sekolah SD 12, namun pada tahun 2010 statusnya sudah berubah menjadi negeri, namun demikian sampai kini belum ada perbaikan dari pemerintah, meskipun sudah menjadi sekolah negeri," jelasnya.
Kepala Desa Engkurai, Abang Sukardi mengatakan, pihaknya sudah pernah mengajukan bantuan kepada pemerintah untuk pembangunan gedung sekolah tersebut, namun sampai kini belum ada tindak lanjutnya.
"Kita sangat prihatin melihat anak-anak sekolah dengan kondisi yang demikian. Namun mau bagaimana lagi, karena memang jarak daerah tersebut dengan desa-desa lainnya cukup jauh, sehingga, dengan sekolah yang ada mereka tetap melaksanakan belajar mengajar," tegasnya.
Tidak hanya bangunan sekolah yang kondisinya memprihatinkan, rumah guru yang terletak di sebelah sekolah tersebut juga kondisinya tak jauh berbeda. Rumah yang terbuat dari papan dan beratapkan daun sagu itu juga dibangun masyarakat.
"Masyarakat bergotong royong membangun sekolah dan rumah dinas guru, karena mereka ingin agar anak-anaknya bisa mengenyam pendidikan, meskipun kondisinya jauh dari kata layak," tegasnya.