Jumat, 3 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Shodo, Keindahan Menulis dengan Irama yang Menjiwai

Shodo, sebenarnya penulisan shodou, karena pengucapan akhir panjang “ou” bukan sekedar menulis indah gaya Jepang,

Editor: Widiyabuana Slay
zoom-inlihat foto Shodo, Keindahan Menulis dengan Irama yang Menjiwai
TRIBUNNEWS.COM/RICHARD SUSILO
Shodo

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo, dari Tokyo, Jepang

TRIBUNNEWS.COM - Shodo, sebenarnya penulisan shodou, karena pengucapan akhir panjang “ou” bukan sekedar menulis indah gaya Jepang, tapi ada irama dalam melakuan penulisan. Irama bukan berbareng dengan musik, tapi penulisan yang menjiwai, sehingga tekanan, kekentalan tinta, bahkan percepatan atau perlambatan dan lekukan penulisan sangat mempengaruhi hasil shodo. Kata ahlinya, kalau perlu tahan nafas, supaya hasilnya bagus.

 Kita melihat menulis indah mungkin seperti latihan a,b,c di sekolah dasar dengan pen khusus atau kuas khusus. Memang mirip, tetapi budaya Jepang ini lebih khusus lagi dan membutuhkan ketrampilan yang bukan main sulit.

 Shodo sangat memperhatikan keseimbangan bentuk tulisan, tarikan garis, tebal tipisnya garis hingga irama tulisan. Bisa dibayangkan, saat menulis, larangan keras, pergelangan tangan dan siku sama sekali tidak boleh menyentuh meja, apalagi sampai menyentuh kertasnya yang disebut washi (bagian kasar dan halus, penulisan pada bagian halus).

 Keindahan kaligrafi ini tentunya tidak lepas dari peralatan yang digunakan mulai fude (kuas), sumi atau stik tinta hitam, suzuri (wadah besi tempat sumi diparut atau digosokkan dibasahi air dan jadilah tinta hitam), shitajiki, berupa tatakan atau alas untuk menulis, danfudeoki yang mirip kotak kecil untuk menyimpan sumpit.

 Sebelum membuat sodho, keenam perlengkapan itu ditata sesuai aturan. Washi (kertas)

diletakkan di atas shitajiki (alas menulis), kemudian di bagian atasnya diberi pemberat (bunchin) agar tidak bergeser ataupun tertiup angin. Sedangkansuzuri (beserta hasil parutan sumi) yang sudah berisi tinta sumi diletakkan di sebelah kanan bersama dengan fude.

Kadang-kadang fude juga diletakkan di atas fudeoki. Barulah memulai membuat Shodo.

 Semua itu akan diajarkan di Pandan College (021-2727-2511) gratis bagi muridnya dan bayar hanya Rp.5000,- per orang bagi umum, “Kesempatan umum ini sangat menarik buat banyak orang yang menyukai budaya Jepang sekaligu belajar menulis indah gaya Jepang yang akan ami lakukan Sabtu 13 Oktober mendatang,” kata Made Kusuma Asih, Direktur Pandan College yang sudah berdiri lima tahun lalu.

 Penciptaan sistem tulisan Cina itu kira-kira sekitar 4.500 tahun yang lalu, sebelum masehi. Seni menulis indah bahasa Jepang gaya Jepang, semula berawal dari kanji Cina. Kaligrafir terkenal Cina di Jepang adalah Wang Xizhi, di abad ke-4 tercatat membuat seni menulis indah ini. Tahun 600 tradisi karayō shodo (唐様書道) mempopulerkan kaligrafi Cina di Jepang. Setelah muncul Hiragana dan Katakana, lalu para kaligrafir Jepang menciptakan perpaduan indah semua penulisan karakter itu (hiragana, katakana dan kanji) dan menamakan Shodo di Jepang, lalu semakin populer.

 Kaligrafi Jepang ini berbaur bersama karakter Cina, memiliki prinsip penulisan dan teknik penulisan yang berbeda-beda. Menggunakan tinta hitam yang disebut Sumi (墨) pada kertas sangat tipis disebut Washi (和紙). Gaya penulisan dengan dasar yang sama misalnya seal script (篆書 tensho), clerical script (隸書 reisho), regular script (楷書 kaisho),semi-cursive (行書 gyōsho), dan cursive (草書 sōsho) .

 Kaligrafi adalah bagian dari pelajaran di sekolah menengah di Jepang. Di sekolah menengah tingkat lanjutan (SLTA) kaligrafi merupakan pilihan di antara beberapa subyek seni yang ada seperti musik dan melukis. Shodo atau kaligrafi ini sangat populer di SLTA terutama saat berbagai turnamen yang muncul di Jepang.

 Di beberapa perguruan tinggi Jepang punya bagian khusus study kaligrafi yang menekankan program pelatihan guru kaligrafi. Misalnya Universitas Tsukuba, Universitas Tokyo Gakugei, Universitas Pendidikan Fukuoka.

 Kaligrafi Jepang ini menarik banyak perhatian kalangan kaligrafi dunia barat sehingga muncul pula berbagai tokoh shodo dari negeri luar Jepang. Misalnya, Mark L'Argent (UK Calligrapher/Lettering Stylist), Ewan Clayton, Sylvie Gokulsing, Fernando Lembo di Pino, Carol Huff, Susan Hufton, Thomas Ingmire, Donald Jackson, dll.

 Alat-alat Shodo yaitu kuas (fude) yang terdiri dari beraneka ragam mulai yang sangat tipis kecil sampai yang besar gendut. Lalu ada pula tinta hitam (sumi) dan batu tinta (suzuri). Stik tinta hitam yang awal mula seperti batu dengan sedikit air digosokkan atau diparut pada batu tinta tersebut, maka terciptalah tinta hitam untuk Shodo. Kekentalan tinta diatur oleh jumlah air putih bersih yang dicampurkan ke parutan stik tinta tersebut.

Halaman
12

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved