Minggu, 5 Oktober 2025

Ramadan, Bulan Pembakaran

SECARA etimologis, bulan Ramadan artinya bulan pembakaran. Sebagaimana karat yang menempel pada logam mulia, maka dengan berpuasa Ramadan

Oleh Komaruddin Hidayat
Gurubesar dan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

TRIBUNNEWS.COM - SECARA etimologis, bulan Ramadan artinya bulan pembakaran. Sebagaimana karat yang menempel pada logam mulia, maka dengan berpuasa Ramadan diharapkan berbagai dosa dan sifat-sifat buruk yang melekat pada seorang muslim akan rontok, menjadi bersih dan kembali ke posisi awal sebagai hamba Tuhan yang fitri.
     
Karenanya, setiap muslim yang melakukan puasa Ramadan, di penghujungnya akan merayakan sebuah wisuda yang disebut idul fitri. Semoga setelah berpuasa selama bulan Ramadan akan menemukan jati dirinya yang fitri.

Meskipun berpuasa adalah murni ritual keagamaan, namun implementasinya telah mendatangkan efek sosial yang sangat fenomenal, baik dari sisi psikologis, kultural, ekonomi,  perilaku masyarakat dan aspek lainnya lagi. Pendeknya kehadiran Ramadan telah menciptakan efek  berlipatganda. Yang ikut menciptakan suasana Ramadan menjadi heboh dalam artian positif adalah peran media massa, terutama televisi.

Karena terjadi perubahan jadwal aktivitas hidup secara radikal dan massive (besar-besaran), maka media massa cetak dan elektronik, utamanya televisi, secara setia dan cerdas ikut mendampingi dan mengambil berkahnya secara ekonomi. Berbagai perusahaan membelanjakan iklan terbanyak dalam bulan Ramadan sebagai sponsor acara menjelang berbuka puasa dan malam waktu sahur.

Di situ bertemu antara kegiatan bisnis, acara hiburan dan mimbar keagamaan. Berbagai pengamat menilai, adakalanya justeru hiburan dan agtenda bisnis yang lebih menonjol ketimbang mimbar agamanya. Tetapi masing-masing tentu memiliki alasan dan pertimbangan.
    
Selama Ramadan terbuka peluang dan ajakan untuk memperbanyak ibadah dan mendengarkan ceramah keagamaan. Sungguh suatu bulan yang penuh berkah. Rasa haus dan lapar terobati dengan melimpahnya konsumsi batin berupa ibadah dan sajian ilmu.

Begitu pun ketika tiba waktu berbuka puasa (iftar), apapun yang disantap selalu saja terasa nikmat, lebih nikmat dari hidangan restauran yang termahal sekali pun harganya.  Suasana gembira melaksanakan puasa, dipadu dengan rasa lapar dan haus mendatangkan kenikmatan luar biasa ketika iftar tiba.

Yang juga menarik, setiap Ramadan tiba bermunculan warung-warung baru di pinggir jalan menjajakan makanan untuk iftar. Lalu pada malam harinya berubah menjadi hidup dengan suasana persahabatan dan religius. Kenangan masa kecil ketika melaksanakan puasa di kampung  muncul kembali di benak mereka yang telah hijrah tinggal di kota-kota besar. Anak-anak kecil yang ikut meramaikan masjid untuk salat tarawih sangat positif dampaknya setelah mereka dewasa. Mereka menjadi akrab dan selalu memiliki rasa rindu pada masjid.

 Ada baiknya selama Ramadan ini kita memiliki agenda dan target. Tidak saja targetnya menyelesaikan puasa secara penuh dan menegakkan salat tarawih, tetapi dengan agenda mempelajari kandungan Alquran dan rahasia salat, misalnya. Sekarang banyak buku keagamaan yang bagus, baik yang bersifat teoritis-ilmiah maupun bimbingan praktis.

Maka, sekiranya kurang puas dengan sajian artikel di media cetak atau acara mimbar agama di TV, minatnya bisa disalurkan melalui bacaan buku yang bermutu.

Mari kita jadikan bulan Ramadan sebagai bulan spiritual, bulan ilmu, dan bulan amal sosial. Bulan yang menjanjikan beribu berkah, penuh ampunan, kasih dan ridho Allah.

Klik juga :

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved