DPR akan Tinjau Ulang Kontrak Kapal PKR
Hal yang paling patut dipertanyakan adalah rincian detail kontrak.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus (TB) Hasanuddin mengatakan, banyak hal yang patut dipertanyakan soal kontrak Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dengan Director Naval Sale of Damen Schelde Naval Shipbuilding Evert Van Den Broek, tentang pengadaan kapal perusak kawal rudal (PKR-10514), yang dilakukan pada 5 Juni 2012.
Hal yang paling patut dipertanyakan adalah rincian detail kontrak. Politisi PDI-Perjuangan melihat, ada hal yang tidak sesuai dengan keputusan. Salah satunya, kapal PKR 10514 ternyata akan dibangun di galangan kapal Belanda DAMEN, bukan di PT PAL seperti rencana semula.
"Ini mengingkari prinsip transfer of technology yang disepakati," ujar Hasanuddin saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (26/6/2012).
Soal nilai kontrak sebesar 220 juta dolar Amerika Serikat (AS) untuk sebuah PKR, lanjutnya, juga ada yang kurang sesuai.
Menurutnya, Indonesia melalui PT PAL hanya mendapat pekerjaan sebesar 7 juta dolar AS, atau kurang dari tiga persen. Indonesia juga masih harus membayar biaya transfer of technology (TOT) sebesar 1,5 juta dolar AS.
"Sistem persenjataan (Combat System) meliputi radar yang semula tiga dimensi (3D), ternyata di-downgrade menjadi hanya dua Dimensi (2D), alias standar sipil biasa," tutur Hasanuddin.
Alutsista yang terpasang, imbuhnya, juga tidak lengkap, contohnya tidak ada peluru kendali. Peralatan radio juga tidak menggunakan teknologi standar militer.
Padahal, di saat yang sama, paparnya, TNI AL ternyata juga telah ditawari kapal sejenis dari Italia yang lebih lengkap, lebih murah, dan memiliki nilai tambah terhadap kemajuan industri pertahanan dalam negeri, khususnya PT PAL.
Hasanuddin menerangkan, Orrizonte Sistem Navali (OSN), sebuah perusahaan asal Italia, telah mengajukan proposal kepada TNI AL. Isinya, OSN sanggup membangun 100 persen pembuatan PKR 10514 di Indonesia, bekerja sama dengan PT PAL.
"Pembangunan itu dijamin dengan local content minimal 30 persen, dan siap melibatkan PT DI, Pindad, dan Krakatau Steel," katanya.
Harga per unit yang ditawarkan OSN, sudah termasuk TOT dan lain-lain, sehingga tak perlu biaya tambahan.
Hasanuddin menuturkan, OSN juga memastikan kapal pertama bisa selesai dalam 34 bulan setelah kontrak.
"Kapal PKR mereka juga akan dilengkapi persenjataan yang lebih lengkap dan moderen, antara lain surface to surface missile, torpedo launcher system, radar 3D, dan sonar," bebernya.
Atas hal itu, purnawirawan TNI bintang dua menegaskan DPR bakal mempertanyakan kontrak tersebut. Peninjauan ulang kontrak Kemenhan dengan sebuah perusahaan Belanda dalam pengadaaan PKR senilai Rp 2,2 triliun, patut dilakukan. (*)
BACA JUGA