200 Penambang Pasir di Sebatik Kehilangan Pekerjaan
Akibatnya para penambang pun berencana akan ke Malaysia, untuk mencari pekerjaan guna menyambung hidup.

Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Niko Ruru
TRIBUNNEWS.COM, NUNUKAN - Sekitar 200 penambang pasir di Pulau Sebatik harus kehilangan pekerjaan menyusul larangan menambang pasir pantai yang diberlakukan oleh Pemkab Nunukan sepekan terakhir.
Akibatnya para penambang pun berencana akan ke Malaysia, untuk mencari pekerjaan guna menyambung hidup.
Nurdin, salah seorang warga Sebatik saat menghubungi tribunkaltim.co.id (Tribun Network), Selasa (22/5/2012) mengatakan, sejak Pemkab Nunukan memasang plang larangan menambang, sudah sepekan ini mereka tak lagi berani melakukan aktivitas.
"Seminggu sudah kami tidak turun. Tidak bisa betul-betul. Karena di situ ditulis, siapa mengangkat pasir dipenjara sekian tahun dan denda sekitar Rp 100 juta kalau tidak salah," ujarnya.
Ia mengatakan, ada sekitar 200 penambang pasir yang hanya menggantungkan hidupnya dari aktivitas penggalian pasir pantai. Setiap harinya mereka melakukan aktivitas penggalian mulai dari pinggir pantai Sungai Taiwan hingga ke Sungai Bajau.
Penghasilan mereka dihitung berdasarkan kemampuan mengangkut pasir dengan gerobak. Setiap orang rata-rata bisa mengangkut 20 gerobak pasir setiap hari. Mereka yang tenaganya lebih kuat, bisa mengangkat hingga 30 gerobak.
Setiap gerobak dihargai Rp 1.500 atau rata-rata setiap orang bisa mendapatkan uang Rp 30.000 perhari.
"Kalau pasang air, kita tidak bisa ambil pasir," ujarnya.
Dengan pelarangan menambang ini mereka mengaku kesulitan mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Seharusnya kalau kita dilarang menambang di situ, yah disiapkan tempat lain di mana kita bisa menambang,"ujarnya.
Ia mempertanyakan langkah pemerintah untuk penyelesaian masalah tersebut. Sebab pelarangan menambang pasir sama saja dengan mematikan rakyat kecil. Yang memprihatinkan, mereka yang sudah terlanjur kredit motor harus kebingungan mencari uang untuk membayar cicilan.
Nurdin mengatakan, jangan sampai larangan itu justru mempermalukan Indonesia di mata warga Malaysia.
"Jangan sampai kita malu karena orang Sebatik ribut gara-gara pasir saja. Masyarakat ini lapar, di mana dia bisa makan di situ dia ikut," ujarnya.
Masalah lain juga muncul karena setelah larangan menambang itu, warga di Pulau yang terdiri dari lima kecamatan itu juga menjadi kesulitan mencari pasir untuk membangun rumah.
Sejauh ini untuk membuat WC, warga kesulitan memperoleh pasir.